Pernah lihat orang naik jabatan? Jadi menteri atau wakil menteri? Mereka pasti senyam-senyum. Senang luar biasa. Katakanlah mereka bahagia. Tapi benarkah itu kebahagiaan yang sejati? Jangan-jangan itu hanya ilusi. Nah, supaya tidak terpedaya, kita harus tahu bekal utama untuk bahagia selamanya.
Bahagia itu ada yang bilang efek ada yang bilang buah dari upaya.
Henry Manampiring menempatkan bahagia itu efek, bukan tujuan.
Bahkan, katanya lagi, orang yang bahagia itu bukan yang karena punya atribut sosial melimpah. Seringkali orang bahagia itu adalah yang mengetahui makna dan tujuan hidupnya. Lalu dia komitmen pada jalan itu dalam merealisasikannya.
Adapun yang menempatkan bahagia sebagai buah adalah karena kondisi yang orang dambakan itu hadir setelah melakukan sederetan tahapan perjuangan. Kata pepatah lebih ringan, berakit-rakit ke hulu, berenang ke tepian.
Mutlak Bahagia
Tapi ada ini orang yang mutlak bahagia. Dalam kondisi apapun dia. Filosofi Teras memberikan indikasi jelas. Pertama menggunakan nalar. Kedua, menjalankan kebaikan.
Alquran menerangkan lebih lengkap. Orang yang mutlak bahagia adalah yang punya interaksi dengan Alquran. Interaksi yang melahirkan sikap mental tegas. Silakan teman-teman tadabburi Surah Ibrahim ayat ke-52.
Pertama, memahami regulasi dari Allah Ta’ala. Karena itu ia fokus pada peringatan-peringatan yang Allah sampaikan.
Kedua, dapat memahami bahkan mmeiliki ilmu bahwa yang namanya Tuhan itu, hanya Allah SWT. Allah semata Yang Maha Esa.
Ketiga, melalui interaksi dengan Alquran, kita dapat menjadi ulul albab (yakin orang yang bisa bernalar dengan sehat).
Kita bisa menemukan makna-makna ulul albab lebih detail pada ayat yang lain. Salah satunya ulul albab itu punya kegemaran berdzikir dalam segala kondisi. Kemudian juga gemar berpikir dalam menyaksikan fenomena alam baik di bumi maupun di langit.
Semua itu menjadikan hati dan pikirannya sampai pada satu kesimpulan, bahwa Allah menciptakan semua dengan penuh makna. Tidak ada yang sia-sia. Lalu ia berdoa agar Allah selamatkan dari api neraka.
Krisis Kebahagiaan
Jadi, kalau ada orang dalam hidupnya tidak bahagia, maka itu bukan karena apapun di luar dirinya.
Ibarat HP keluaran terbaru. Ketika ia tidak bisa maksimal bekerja, maka itu bukan soal perangkat HP-nya. Tapi ada pembaruan yang membutuhkan sinyal internet untuk bisa memperbaiki.
Begitupun manusia. Semua masalah itu bukan soal sebenarnya. Menjadi problem kalau koneksi ia dengan Allah, melalui hati yang berdzikir dan berpikir tidak jalan, karena jauh dari Alquran, maka ia seperti HP yang tak bisa menangkap sinyal internet. Semua fitur dan keunggulan HP itu tidak bisa berjalan maksimal.
Oleh karena itu kita bisa pahami dengan baik, bahwa bekal utama untuk bahagia selamanya adalah kita senang membaca Alquran.
Membaca yang merangsang jiwa kita dzikir dengan baik. Kemudian mendorong akal kita berpikir dengan benar. Sampai pada level lahir akhlak yang baik dalam diri kita.
Orang seperti itu pasti tenang dan tenteram, meski tak ada apa-apa berupa benda-benda melimpah laksana kehidupan orang-orang kafir. Karena kunci bahagia adalah hati yang sadar akan kebesaran Allah SWT.*