Sabar itu buah, akarnya ada dua. Sayang, belum banyak orang benar-benar miliki. Bahkan yang tahu pun belum sungguh-sungguh menguatkan. Lalu apa akar dari kesabaran itu?
Yaitu keyakinan yang teguh dan pendirian yang kuat. Siapa yang memiliki dua hal itu, lisannya akan jauh dari mengeluh. Terhindar dari perbuatan tak pantas, melampiaskan amarah. Seperti menampar wajah orang tak bersalah, dan lainnya. (Lihat buku A’malul Qulub karya Khalid Usman Al-Sabt).
Dari perspektif itu seseorang bisa melakukan pengukuran akurat, apakah dirinya punya kesabaran atau kah tidak.
Jika dalam 24 jam lebih banyak gelisah, tidak rela dengan apa yang dialami dalam hidup, serta merasa iri dan dengki kepada orang lain, maka itu tanda jelas. Seseorang butuh akar dari kesabaran itu.
Yang Sabar Naik Derajat
Sekarang mari menyelam lebih dalam. Mengapa sabar itu menguntungkan?
Masih menurut Khalid Usman Al-Sabt, rugi sekali orang yang tidak sabar. Artinya rapuh akar keyakinan dan pendirian hidupnya kepada Allah SWT.
Khalid menegaskan bahwa semua ketidaknyamanan bagi manusia yang beriman adalah ujian. Akan tetapi banyak orang Mukmin marah dan kesal kepada Allah kala musibah menimpa.
Padahal, Allah menurunkan musibah itu untuk menguji, bukan untuk membinasakan. Tujuannya untuk mengangkat derajat hamba-Nya.
“Bahkan, mungkin dengan ujian itu Allah ingin menghadiahinya dengan kenikmatan surga, bukan dengan perbuatannya,” jelasnya.
Perhatikan ujian yang Allah berikan kepada Nabi Yusuf as, itu adalah jalan menuju kedudukan penting bagi peradaban manusia di Mesir kala itu.
Simak baik-baik ujian yang Allah berikan kepada Nabi Musa, itu untuk dia mampu berhadapan dengan penguasa zalim: Fir’aun.
Kokohkan dengan Ilmu
Keyakinan dan pendirian yang teguh tidak akan tumbuh, kecuali dalam hati yang sering mendapat ilmu.
“Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan (ilmu) yang cukup tentang hal itu?” (QS. Al-Kahfi: 68).
Tafsir Kemenag RI menyebutkan bahwa Nabi Khidr bertanya kepada Nabi Musa, “Bagaimana kamu bisa sabar jika aku melakukan hal yang belum kamu pahami?”
Nabi Musa yang ingin mengikuti Nabi Khidr menjawab, “Insya Allah, aku akan sabar dan tidak akan menentangmu atas apa pun yang aku saksikan.”
Faktanya, Nabi Musa terus mempertanyakan apa yang Khidir lakukan. “Protes” itu terjadi karena jangkauan ilmu Nabi Musa tak sedalam ilmu Nabi Khidir.
Dalam kata yang lain, teruslah iqra. Jangan mudah mengambil kesimpulan tanpa ilmu. Kalaupun tidak mampu menjangkau sampai tiba keyakinan kokoh, maka kedepankanlah prasangka baik kepada Allah.
Sebab mustahil Allah benci kepada seseorang, sedangkan ia berjuang menjaga iman dan takwa dalam kehidupannya.*