Mas Imam Nawawi

Umat Islam
- Opini

Inikah Kelemahan Terbesar Umat Islam?

Berulang kali Isra*l melakukan pembantaian terhadap warga Gaza. Umat Islam tentu telah bergerak. Namun, kalau kita perhatikan, terutama sekali Indonesia, rasanya banyak hati yang berkata ingin membantu lebih dari yang telah dilakukan. Namun, semua bertanya, bagaimana caranya. Tidak sedikit yang bertanya: “Apakah ini kelemahan terbesar kaum Muslimin era ini?” Kaum Muslimin seperti perspektif Imam Al-Mawardi […]

Berulang kali Isra*l melakukan pembantaian terhadap warga Gaza. Umat Islam tentu telah bergerak. Namun, kalau kita perhatikan, terutama sekali Indonesia, rasanya banyak hati yang berkata ingin membantu lebih dari yang telah dilakukan. Namun, semua bertanya, bagaimana caranya. Tidak sedikit yang bertanya: “Apakah ini kelemahan terbesar kaum Muslimin era ini?”

Kaum Muslimin seperti perspektif Imam Al-Mawardi dalam Al-Ahkam As-Sultaniyyah, umat Islam punya tanggung jawab kolektif (fardu kifayah) memiliki kepemimpinan bersama.

Angin segar mulai terasa, ketika para pimpinan ormas, pemimpin-pemimpin lembaga zakat bersinergi dan kolaborasi. Namun, masih ada satu lagi yang sangat kita rindukan, bagaimanakah kepemimpinan lebih besar lagi hadir, yang mengatur arah perjuangan umat Islam lebih bertenaga.

Narasi ini bukan untuk mengadu antara nasionalisme dan Islam. Akan tetapi untuk memastikan kontribusi warga Muslim Indonesia yang mayoritas kian tertata, signifikan dan berkelanjutan. Dalam sisi nilai, umat Islam memang seharusnya sadar untuk benar-benar menjadi khairu ummah.

Ketika Kaum Muslimin tidak memiliki kepemimpinan bersama, maka gerak cepat menjadi sangat sulit dilakukan. Sementara tantangan dan problem umat kian hari kian tak teratasi. Seperti kezaliman yang warga Gaza alami. Umat Islam seluruh dunia belum mampu bergerak serentak, terorganisir, dan menggetarkan pelaku kezaliman.

Islam Menata Dunia

Sejatinya, Islam bukan sebatas ajaran ritual. Islam mendorong umatnya memiliki kapasitas menata dunia. Karena fungsi manusia yang paling mendasar setelah menjadi hamba adalah menjadi khalifah. Khalifah dalam arti luas menghendaki setiap umat Islam mampu memelihara dunia ini dengan tata ajaran Islam.

Oleh karena itu, isu Gaza ini harus membangkitkan kesadaran kita semua, bahwa kita butuh meningkatkan pemahaman dan pengamalan Islam sebagai way of life. Sebagai peradaban yang dapat menyirami dunia dengan nilai-nilai keadilan dan kemajuan.

Namun, seperti Suharsono jabarkan dalam buku “Membangun Peradaban Islam Menata Indonesia Masa Depan dengan Alquran” warga Muslim sendiri yang harus mulai membenahi diri. Benahi kualitas dalam memahami Islam dengan metodologi progresif yang mendorong kesadaran penuh bahwa Islam ini bukan hanya ibadah mahdhah, tetapi juga jihad peradaban.

Langkah itu penting agar dalam tubuh umat Islam sendiri tak mudah pecah, goyah, apalagi sampai beradu layaknya domba yang diadu. Lihat saja cara berdiskusi sebagian orang yang sama-sama Islam. Umumnya tidak berbasis data, berbau arogansi dan bukan cari solusi, tapi sama-sama bertahan atas asumsi yang dianggapnya argumentasi.

Suharsono menulis: “Friksi-friksi keumatan terjadi hanya karena salah pengertian di kalangan elit-nya.”

Kalau hal itu tak tertangani secara kesadaran setiap individu Muslim, berat rasanya membawa tema bahwa Islam adalah nilai yang dunia perlukan untuk menata ulang sistem yang kini telah remuk dan membuat warga dunia menderita.

Tetap Mengusahakan

Sekalipun realitas umat Islam belum berhimpun dalam satu kepemimpinan, perjuangan untuk segera membawa umat ini bersatu terus kita lakukan.

Dalam bukunya Fiqh al-Aulawiyat (Fiqh Prioritas), Prof. Yusuf al-Qardhawi menekankan bahwa menjaga persatuan umat adalah prioritas utama, terutama di tengah situasi krisis.

Beliau mengingatkan bahwa perdebatan berkepanjangan mengenai masalah cabang sering kali hanya mengalihkan fokus dari hal-hal yang lebih besar dan mendesak.

Ketika umat Islam terpecah, energi yang seharusnya digunakan untuk membangun peradaban justru habis untuk saling menyalahkan. Perjuangan Islam yang dilakukan tanpa persatuan hanya akan melahirkan kekosongan dan fitnah, yang pada akhirnya melemahkan posisi umat secara keseluruhan.

Apalagi sekarang, pada era modern ini, tantangan umat Islam semakin kompleks. Globalisasi, polarisasi politik, dan arus informasi yang deras sering kali memperlebar jurang perpecahan. Jika umat tidak menyadari pentingnya persatuan sebagai prioritas utama, maka mereka akan mudah terjebak dalam konflik horizontal yang hanya menguntungkan pihak-pihak luar. Jadi, apa yang akan kita lakukan selanjutnya?*

Mas Imam Nawawi

Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *