Nabi Ibrahim, saat saya membaca kisahnya, senja belum benar-benar pudar. Namun langit segera menjadi gelap. Dan, seperti tangis bahagia orang yang lama tak bersua, air hujan tumpah dari gumpalan awan hitam. Alhamdulillah, hujan turun membasahi bumi.
Nabi Ibrahim telah berusia 85 tahun. Istrinya, Sarah berumur 76 tahun. Dalam hitungan akal, pupus sudah peluang Ibrahim memiliki keturunan.
Tapi dunia tak dikendalikan oleh akal. Akal hanya membaca tanda-tanda, merangkainya dalam sistematika berpikir yang terbatas, lalu menarik kesimpulan.
Menikahi Hajar
Situasi itu membuat Sarah memberi izin (bahasa Martin Lings) Nabi Ibrahim menikahi budaknya, Hajar. Namun Hajar kerap mendapati pelampiasan api cemburu Sarah.
Hajar sedih tetapi dia hanya mengadukan perihal dirinya kepada Allah. Allah menjawab kegalauan Hajar dan memberikan kabar melalui malaikat bahwa Allah akan memperbanyak keturunan Nabi Ibrahim melalui hajar dengan memberi putra bernama Ismail.
Ismail adalah nama yang berarti, “Tuhan telah mendengar.”
Pergi ke Mekkah
Waktu bergulir, Allah juga memberikan putra kepada Nabi Ibrahim melalui Sarah. Anaknya nanti bernama Ishaq. Dan, seiring waktu, Sarah meminta Ibrahim membawa Hajar pergi jauh.
Tentu saja permintaan Sarah itu sangat berat bagi Nabi Ibrahim, karena cinta kasihnya kepada Ismail sangatlah mendalam. Namun Allah memerintahkan Nabi Ibrahim agar memenuhi keinginan Sarah.
Allah berjanji kepada Nabi Ibrahim bahwa Nabi Ismail akan selalu dalam berkah Allah Ta’ala.
Baca Juga: Pelajaran Penting dari Nabi Ibrahim
Mungkin ini sebuah isyarat bahwa poligami memang membawa satu ujian tertentu yang butuh keimanan, kesabaran dan prasangka baik kepada Allah.
Hikmah
Kita bisa melihat bahwa kisah tentang Nabi Ibrahim adalah umum bagi sebagian besar umat Islam. Akan tetapi kita akan coba menarik hikmah dari kisah itu.
Pertama, Nabi Ibrahim adalah sosok manusia yang Allah berikan ujian berat dan panjang. Usia 85 tahun belum Allah berikan keturunan. Tetapi Nabi Ibrahim percaya kepada Allah dengan terus memohon kepada Allah.
Artinya, apapun keinginan kita, masalah yang kita hadapi, jangan menjadikan iman kita semakin lemah. Tetapi harus justru semakin kuat. Lihat betapa Allah memberikan pertolongan kala kita bisa yakin, teguh dan tabah.
Kedua, itu sebuah pelajaran penting bagi kita, bahwa inti daripada hidup ini adalah bagaimana tunduk kepada Allah. Itulah sukses sejati, baik di dunia maupun di akhirat.
Perhatikan bagaimana dengan ujian yang berat itu, Nabi Ibrahim bersama Ismail dan Ishaq memperoleh rahmat Allah secara luar biasa. Bahkan di bumi ini, dari Ismail lahir bangsa Arab. Kemudian dari Ishaq lahir Bani Israel.
Akan tetapi soal iman kepada Allah, itu tidak ada urusan dengan nasab, sejauh seseorang berusaha komitmen kepada Islam, insha Allah akan baik akhlaknya.
Balasan hebat dari Allah hanya akan datang jika seorang hamba sabar dalam menghadapi berbagai ujian dalam kehidupan.
Ketiga, kisah itu Allah yang tetapkan, kemudian Allah sampaikan kepada kita agar kita berpikir.
Dalam kata yang lain, percayalah kepada petunjuk Allah, sekalipun berat hari ini terasa, kalau kita yakin, paham dan komitmen, berkah Allah akan menghapus semua kesulitan itu dengan balasan rahmat yang indah dan tiada tara.
Terhadap kehidupan kita, Allah juga telah menetapkan skenario-Nya. Tugas kita sama dengan ayah dari Ismail dan Ishaq itu, yakni: sabar, yakin dan teguh kepada keimanan.
Kepada suami dari Sarah dan Hajar itu kita harus belajar, ingat akan kuasa Allah, dan yakin bahwa Allah tidak pernah memberikan ujian, melainkan sesuai batas kesanggupan.*