Mas Imam Nawawi

- Artikel

Indonesia “Tanpa” Pemimpin?

Indonesia “Tanpa” Pemimpin tampaknya patut kita suarakan dalam intonasi bertanya. Mengingat derita masyarakat tak menyentuh hati dan kepedulian sebagian besar pejabat. Ini bisa kita lihat dari apa yang belakangan ramai dalam dunia maya, yang berangkat dari fakta dunia nyata Indonesia. Dalam hal ini adalah Menkopolhukam, Mahfud MD. Seperti yang ia cuitkan sendiri melalui twitter miliknya […]

PPKM Darurat harusnya kuatkan kepekaan pejabat

Indonesia “Tanpa” Pemimpin tampaknya patut kita suarakan dalam intonasi bertanya. Mengingat derita masyarakat tak menyentuh hati dan kepedulian sebagian besar pejabat.

Ini bisa kita lihat dari apa yang belakangan ramai dalam dunia maya, yang berangkat dari fakta dunia nyata Indonesia.

Dalam hal ini adalah Menkopolhukam, Mahfud MD. Seperti yang ia cuitkan sendiri melalui twitter miliknya @mohmahfudmd pada 15/7/2021 pukul 10:06 PM menyampaikan aktivitasnya selama PPKM Darurat.

Baca Juga: Berjalan Saja Ada Aturannya, Apalagi Memimpin

“PPKM memberi kesempatan kepada saya nonton serial sinetron Ikatan Cinta. Asyik juga sih, meski agak muter-muter. Tapi pemahaman hukum penulis cerita kurang pas. Sarah yang engaku dan minta dihukum karena membunuh Roy langsung ditahan Padahal pengakuan dalam hukum pidana itu bukan bukti yang kuat,” begitu bunyinya.

Kritik dan Setuju

Atas cuitan itu, jagat maya ramai mengulasnya. Termasuk Anggota DPR Fraksi Gerindra Fadli Zon yang Bisnis.com wartakan. Ia menyindir Menkopolhukam itu melalui titternya @fadlizon.

“Inilah kalau komando pengendalian COVID tidak langsung dipimpin Presiden. Ada yang sibuk, berjibaku di lapangan ada yang asyik nonton sinetron Ikatan Cinta,” cuitnya.

Namun demikian ada pula yang memandang positif langkah Menkopolhukam itu.

Seperti pengamat komunikasi politik Emrus Sihombing nilai. Apa yang  Mahfud lakukan itu wajar.

“Wajar saja dia memberi contoh yang baik saat PPKM yaitu taat aturan,” katanya seperti JPNN lansir.

Mengapa Jadi Masalah?

Sekiranya Mahfud MD tidak mengemban amanah apalagi sekelas Menko, mungkin status apapun yang ia post tidak akan jadi perhatian apalagi masalah.

Tetapi karena ada jabatan Menko, maka saat ia melempar satu postingan, respon akan beragam. Akan ada yang menilai tidak relevan, tidak masuk akal sehat publik. Dan, sebaliknya. Tapi inilah inti permasalahan itu, ada jabatan publik.

Tetapi, dari kejadian ini mari kita melihat teladan sejarah, bagaimana para pemimpin semestinya bersikap mengedepankan sikap terbaik dalam mengemban amanah dalam memimpin.

Pernah suatu waktu di siang yang sangat terik, Umar bin Khathab melakukan pemeriksaan terhadap unta-unta yang merupakan pembayaran zakat kaum Muslimin.

Baca Juga: Krisis Kesadaran adalah Sumber Segala Krisis yang Memberatkan

Dari hasil pemeriksaan, terdapat satu ekor unta lepas. Maka Umar langsung turun mencari unta yang hilang itu.

Ajudannya berkata, “Biarkan kami yang mencari wahai amirul mukminin.”

Mendengar itu Umar menatap dengan tajam dan langsung marah. “Apa kamu mau memikul beban dosa saya kelak di akhirat karena membiarkan harta zakat berupa unta lepas ini?”

Umar memilih hadir sendiri, menangani sendiri dan kala itu memang tidak perlu membawa wartawan media untuk merilis aksi heroik itu.

Bayangkan jika lepasnya satu ekor unta, seorang pemimpin langsung turun tangan, bagaimana kalau yang lepas itu nyawa manusia satu demi satu. Seperti yang sekarang terjadi?

Orientasi

Pemimpin yang sadar akan besarnya tanggungjawab terhadap masa depan akhirat, maka ia akan memiliki sikap waspada. Karena itu mudah sekali hatinya peka dengan kondisi orang-orang yang jadi rakyatnya.

Umar tidak mau ada rakyat kelaparan, maka dalam malam gelap gulita ia berpatroli. Maksud hati mencari penduduk yang malam itu kelaparan.

Kala ia temukan ada keluarga yang tidak lagi bisa makan karena tidak punya bahan makanan, ia sendiri balik ke gudang. Bukan panggil staf, ia pun memanggulnya dengan pundaknya sendiri.

Tetapi kala pemimpin tidak sadar akan besarnya tanggungjawab terhadap kehidupan di akhirat, maka ia akan memandang jabatan itu sebagai kesempatan dan kenikmatan.

Baginya rakyat yang kesulitan adalah karena ketidakseriusannya dalam belajar, bekerja dan mengelola keuangan.

Karena itu dalam Alquran dihadirkan kisah manusia seperti Qarun, yang memandang kekayaan dan jabatan yang ada pada dirinya adalah karena kerja keras dan ilmu yang diusahakannya.

Dengan demikian, mari lihat semua ini dengan mata hati. Kalau kita diberi pemimpin yang tidak peka dan orientasinya duniawi maka itu adalah kesempatan bagi kita sebagai rakyat untuk lebih cerdas dan terus muhasabah.

Baca Juga: Marah Mengapa Mudah Sekali

Lebih jauh juga lecutan agar diri sadar. Kemudian menyiapkan diri ke depan jangan asal memilih. Jangan asal suka, karena sebuah pilihan yang tidak berdasarkan iman dan pengetahuan hasilnya pasti merugikan. Seperti yang sama-sama orang rasakan selama ini. Seolah-olah pemimpin Indonesia telah tiada. Padahal rakyat Indonesia masih ada dan terus berjuang untuk survive.*

Mas Imam Nawawi

Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *