Isu Indonesia 2045 menjadi kian populer, terlebih kini banyak pihak mengulas bahkan mengorientasikan gagasan untuk 100 tahun kemerdekaan NKRI.
Saya sendiri (insha Allah) besok (6/4) diminta hadir dalam Diskusi Nasional Lintas OKP yang digelar oleh Pengurus Pusat LIDMI dengan tema “Perspektif Pemuda: Menuju 100 Tahun Indonesia 2045.”
Seharian penuh saya coba memikirkan apa yang akan terjadi di negeri ini pada 2045, tentu setelah menjalankan tugas dan kewajiban rutin, baik sebagai profesional maupun aktivis.
Tiga Faktor
Bappenas telah menetapkan bahwa untuk mewujudkan Visi Indonesia 2045 ada empat pilar utama.
Pilar pertama, pembangunan manusia dan penguasaan IPTEK. Kemudian pilar kedua, pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Dan, pilar ketiga, pemerataan pembangunan. Pilar keempat, pemantapan ketahanan nasional dan tata kelola pemerintahan.
Bagi saya empat pilar itu masih satu faktor saja, yakni pembangunan dalam sisi empiris. Yang secara umum, sepertinya semua negara melakukan hal yang seperti itu. Basisnya hanya alur normal pengelolaan suatu bangsa dan negara.
Tiga Faktor Lain
Masih dibutuhkan tiga faktor utama lainnya. Yakni, kepemimpinan yang profetik-profesional. Kemudian, pengelolaan alam yang visioner. Dan, terakhir, teknologi yang humanistik.
Harus kita sadari, bangsa Indonesia adalah bangsa yang dalam kajian leadership masih “krisis.” Pemimpin masih kerapkali “gagal” berlaku adil, elegan, dan bertanggungjawab. Selain itu, juga masih lema sisi kepekaannya dalam hal kemanusiaan dan keberagamaan.
Pada saat yang sama, tim yang menyertai bahkan menjadi bagian terdekat, seringkali ada yang terjerat kasus hukum dan moral, sehingga secara ketegasan menjadi sangat mandul untuk bisa benar-benar berdiri di atas kepemimpinan yang ideal.
Mengingat satu dimensi kehidupan yang amat menentukan belakangan adalah soal kepemimpinan melalui jalur politik. Maka kesiapan seluruh elemen bangsa menghadirkan sosok dan kandidat pemimpin yang memiliki jiwa profetik-profesional merupakan satu agenda yang amat kita butuhkan.
Kedua, sebagia negeri tropis, Indonesia sangat membutuhkan satu kajian, kebijakan bahkan satu kultur yang visioner di dalam berdampingan dengan alam. Kita sering mendapati kabar, banjir dan kebakaran kerap melanda alam Indonesia. Jika itu terus menerus terjadi, maka jelas keseimbangan alam sangat terganggu.
Tidak Merusak Alam
Ketika itu kita biarkan, maka sebenarnya pembangunan manusia dan penguasaan IPTEK menjadi tidak berarti. Karena membiarkan alam rusak, sama dengan menghukum atau bahkan membunuh masa depan negeri ini sendiri.
Eksploitasi menjadi satu pendekatan yang secara langsung harus segera kita kurangi bahkan kita hentikan. Sebab apalah arti ilmu dan kecerdasan manusia, kalau alam sudah merana?
Ketiga, teknologi yang humanistik. Seperti kata Fritjof Capra, era ini memang membingungkan. Banyak ahli kesehatan, tapi penyakit tak terobati. Banyak ekonom, tapi kemiskinan tak terkendali. Bahkan, teknologi kian maju, namun polusi kian menjadi-jadi.

Frans Magnis Suseno dalam Kata Pengantarnya pada buku “Dilema Usaha Manusia Rasional, Teori Kritis Sekolah Frankfurt Max Horkheimer & Theodor W. Adorno” menuliskan begitu singkat namun padat.
“Sebenarnya produksi tidak untuk memenuhi kebutuhan manusia, melainkan kebutuhan manusia diciptakan, dimanipulasikan demi produksi.”
Bagi saya ini adalah satu wujud teknologi yang ditunggangi unsur destruktif dalam diri manusia yang sangat monoton di dalam memandang hidup, yakni materi, materi, dan materi. Jika Indonesia mau hebat di 2045, paradigma teknologi harus benar-benar memanusiakan, bukan malah dehumanisasi.
Jangan Abai
Masalah itu mungkin orang anggap jauh, terutama oleh generasi X, Y, dan Z. Yang dalam sebuah riset termasuk generasi yang katanya apolitik.
Baca Juga: Kuatkan Leadership Diri
Hidup kita bukan sebatas hari ini. Oleh karena itu, internet sebenarnya mesti kita arahkan untuk semakin mencerdaskan dan memanusiakan manusia. Begitu hal ini terabaikan, maka boleh jadi ke depan, manusia semakin canggih dalam sains dan teknologi.
Tapi, manusia sudah bukan lagi pengendali. Melainkan budak dari teknologi itu sendiri. Apakah mungkin Indonesia 2045 seperti bayangan ideal kita, jika hal-hal penting ini kita abaikan?
Mas Imam Nawawi_Ketua Umum Pemuda Hidayatullah