Dalam beberapa hari ini saya berada dengan grup baru Whatsapp bersama Imam Shamsi Ali, sosok yang memang mendunia. Nah, baru-baru ini, pria ramah itu mengguncang PBB tentang kebebasan.
Hal itu beliau lakukan dalam forum World Interfaith Harmony Week. Forum tersebut berlangsung cukup lama, tepatnya sejak Resolusi Majelis Umum PBB (A/65/5) yang Raja Abdullah dari Yordania pada tahun 2010 sponsori.
“Sejak itu di Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York dan di seluruh dunia dilangsungkan berbagai kegiatan yang bertujuan untuk menguatkan relasi antar pemeluk agama-agama dunia,” tulis Ustadz Shamsi Ali.
Baca Juga: Dakwah Sesuai Perkembangan Digital
“Tentu tanpa tendensi menyamakan, apalagi menyatukan agama-agama. Karena pastinya semua agama punya keunikan yang mendasar dan takkan mungkin bisa disamakan atau disatukan dengan yang lain,” imbuhnya.
Keadilan
Pada kesempatan yang berlangsung pada 3 Januari 2023 di PBB New York tersebut mengambil tema “Working Together to Achieve Peace, Gender Equality, Mental Health and Well Being, and Environmental Preservation.
Kata Ustadz Shamsi Ali, poin dari pertemuan itu adalah perdamaian, kesetaraan gender, kesehatan mental dan lingkungan hidup.
Nah, pada forum itulah Ustadz Shamsi Ali benar-benar hadir mengguncangkan forum dengan membahas perihal “Keadilan sebagai Fondasi Perdamaian.”
“Tujuan saya adalah menggugah dan mengingatkan bahwa berbicara tentang perdamaian (peace) dengan tidak mengindahkan (undermined) keadilan adalah bagaimana mengukir di atas air,” ungkapnya.
“Kehadiran kita semua pada hari ini untuk membicarakan hubungan harmoni di antara kita adalah bentuk pengakuan bahwa memang ada masalah di antara (kita). Itulah yang menyadarkan kita untuk kembali memperbaikinya,” tegasnya melanjutkan.
Ustadz Shamsi Ali kemudian menerangkan bahwa masalah utama hubungan antar manusia dan perdamaian dunia adalah ambruknya pondasi keadilan.
“Salah satunya adalah ketidakadilan ekonomi (economic injustice) yang dibangun oleh sistem dunia yang tidak adil. Inilah yang kemudian melahirkan yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin. Jurang antara si miskin dan si kaya semakin membesar,” lafalnya.
Kebebasan
Selanjutnya tinjauan mengarah pada tema kebebasan. Bagi pria asal Sulawesi itu, kebebasan memiliki batasan, harus ada tanggung jawab.
“Saya punya kebebasan berbicara. Tapi ketika kata-kata saya menghina orang atau keyakinan orang lain maka itu bukan kebebasan. Itu adalah penghinaan dan kezholiman.”
Orang yang yang membakar kitab suci Alquran, sebenarnya itu bukanlah tindakan kebebasan. Sebenarnya yang terjadi adalah dia tidak tahu, hatinya penuh kebencian dan akalnya penuh kebodohan.
Baca Lagi: Dakwah dengan Qaulan Sadida
“And so burning the holy Quran or any other holy books is not an expression of freedom. It is an expression of ignorance, hate, and stupidity.”
Kalau benar kita serius, maka sudah saatnya memandang masalah dunia secara objektif dan jujur. Sungguh perbuatan itu bukan ekspresi kebebasan, tetapi lebih karena kebodohan dan kebencian atau bahkan kezaliman.*