Ustadz Anwari Hambali kami mengenalnya. Sosok pria Jawa ini sangat asik dan menarik kala memaparkan ilmu dari Alquran. Termasuk tadi pagi selepas shubuh. Yakni ilustrasi betapa pentingnya hidup berjama’ah.
Hidup berjama’ah berbeda dengan hidup yang kumpul-kumpul. Beliau memberikan perumpamaan tentang 60 orang di dalam bus. Semua kumpul dengan tujuan yang berbeda-beda, tetapi dengan jalan dan kendaraan yang sama.
Baca Juga: Kapankah Tiba Masa Bersatu?
Katakanlah dari 60 itu ada 4 orang yang punya visi dan tekad bersama, yakni melakukan perampokan. Maka, ketika bus telah melaju pada titik-titik rawan, empat orang ini sigap bergerak kemudian mengacungkan senjata dan berteriak semua harus diam. Maka 56 orang lainnya (penumpang) akan spontan ketakutan.
Mengapa itu bisa terjadi? Karena yang empat orang hidup satu visi, satu tujuan bahkan satu komando. Sedangkan 56 orang lainnya hanya satu wadah tetapi bieda tujuan dan tidak ada komando atau kepemimpinan.
Berjama’ah Memenuhi Tuntutan Jiwa
Lebih jauh berjamaah sebenarnya adalah tuntutan jiwa.
“Yang paling mendasar dalam diri kita adalah tuntutan. Tuntutan jasad karena dari tanah bentuknya maka sandang, pangan papan. Sedangkan ruhani dari Allah, tuntutannya adalah rindu ketemu Tuhan,” jelasnya saat mengisi kajian ba’da Shubuh di Masjid Jabal Nur, Pesantren Hidayatullah Berau (21/5).
Ketika orangtua merawat anak-anak masih bayi dengan penuh kasih sayang. Maka Allah lebih dari itu. Itulah sifat rububiyyah dengan Rahman dan Rahim.
Begitu pula sifat itu Allah teteskan kepada makhluk. Seperti ayam dan lainnya, sehingga walaupun tidak punya akal induk hewan juga punya kasih sayang.
Jadi kala anak ingin ketemu orang tua maka yang dirindukan adalah sifat rububiyyah, sifat kasih dan sayangnya.
Bukan badannya, hidungnya dan apapun. Tetapi jiwanya, kasih sayangnya. Itulah tuntutan Ruhani ingin berjumpa dengan Allah Ta’ala bahkan sampai pada level rindu.
Jama’ah Para Perindu
Rindu kepada Allah dari satu orang saja itu bisa mengubah banyak hal. Seperti Nabi Nuh AS, Nabi Ibrahim AS dan Nabi Muhammad SAW.
Bagaimana kalau kemudian rindu itu berkumpul dalam jiwa manusia dan membentuk jama’ah?
Kalau kita melihat pada sejarah Nabi maka kekuatan Jama’ah itu telah membentuk satu masyarakat berperadaban. Masyarakat yang hidup mereka dari tidur sampai bangun tidur menjadi pelajaran bagi umat manusia hingga masa hari ini.
Baca Lagi: Energi Sholat untuk Hidup Tetap Sehat
Ketika kita melihat juga bagaimana Indonesia menjadi jajahan Belanda hingga ratusan tahun itu juga karena tidak adanya persatuan.
Persatuan dalam Islam adalah jama’ah. Sadar atau tidak sesungguhnya ruhani ini sangat membutuhkan terhadap adanya jama’ah. Oleh karena itu perkuat persaudaraan (ukhuwah) kokohkan jama’ah.*