Ilmu masa kini untuk apa, sengaja saya jadikan judul sebagai refleksi tentang semakin mudahnya orang mencari ilmu namun kerusakan semakin menjadi-jadi.
Tengok saja soal ilmu ekonomi. Semakin banyak ekonom berpikir dan lulus dari universitas, semakin sulit kemiskinan kita atasi.
Begitu juga dengan situasi politik, semakin cerdas politisi (utamanya kalau melihat gelar-gelar akademiknya) semakin sulit keadilan dan kesejahteraan kita wujudkan secara nyata.
Fenomena apa sebenarnya ini? Apakah ini jahiliyah pada masa Nabi SAW kala itu?
Baca Juga: Tetaplah Menuntut Ilmu
Dalam bahasa sederhana, ilmu-ilmu pengetahuan yang dahulu banyak membantu manusia dan membedakan diri dari hewan, kini manusia malah jadi budak pengetahuan dan nyaris menjelma seperti hewan.
Ilmu dan Uang
Berbicara ilmu menarik definisi yang Syed M. Naquib Al-Attas kemukakan.
Bahwa ilmu adalah sampainya jiwa pada makna dan sampainya makna pada jiwa.
Kalau mau kita pinjam itu menganalisa fenomena orang berilmu secara umum, maka sebagian besar ilmu yang telah orang pelajari, belum sampai kepada jiwa. Dan, jiwa manusia juga belum sampai kepada makna.
Akibatnya ilmu berubah dari manivestasi nilai iman kepada kecakapan bicara, level gelar pendidikan dan atau yang lainnya, tentang orang yang beraktivitas pada lembaga pendidikan semata.
Kalau situasinya seperti itu, maka kita bisa asumsikan bahwa jiwa manusia sekarang masih kering dari siraman makna dari ilmu. Pantas kalau kemudian sebagian orang memandang bahwa kalau dirinya punya ilmu, berarti harus juga punya harta bahkan kekuasaan.
Iqra’ Bismirabbik
Kalau situasinya katakanlah sepenuhnya seperti itu lalu apa langkah penting yang bisa kita upayakan?
Kembali pada ayat yang pertama Allah wahyukan kepada Nabi Muhammad SAW, yaitu membangun budaya membaca dengan nama Tuhan, Iqra’ Bismirabbik.
Dengan Iqra’ Bismirabbik manusia akan sadar bahwa dalam interaksi dengan alam perlu adab, keadilan dan tentu saja sikap waspada.
Baca Lagi: Bukalah Buku Peroleh Ilmu
Dengan begitu maka pikiran kapitalis dan eksploitatif terhadap alam bisa manusia kendalikan dari dalam kesadaran dirinya.
Tetapi ketika hanya mampu Iqra’ (membaca) dan gagal Bismirabbik, maka manusia akan merasa lebih kuat dari Tuhan. Karena itu berbuat dosa bagi mereka bukan keburukan, justru jalan untuk memenuhi keinginan.
Inilah sebagian dari problem umat manusia abad ini. Tidak mampu menjadikan ilmu sebagai sarana menjadikan diri manusia benar-benar progresif-beradab.
Insha Allah dengan spirit Iqra’ Bismirabbik, maka ilmu-ilmu modern akan mendorong manusia tidak sekedar mampu menghimpun kekayaan tetapi juga melahirkan kebijaksanaan yang alam tempat manusia hidup ini terpelihara dari waktu ke waktu.
Pesan Buya Hamka sederhana, jangan puas menjadi manusia buku. Manusia yang tahunya hanya buku tapi tidak ada keinginan berbuat untuk maslahat kehidupan umat manusia itu sendiri.
Karena idealnya manusia berilmu yang harus terdepan menata kehidupan dunia ini.*