Langit belum menampakkan fajar pada hari ini (6/2/23). Ustadz Shamsi Ali telah mengirimkan naskah perihal masalah mendasar dalam tubuh Amerika. Masalah yang akhirnya membuat dunia melihat bahwa ada plus dan minus dalam politik Amerika, seiring kasus Ilhan Omar.
Kita mulai dari sisi plusnya Amerika dalam pandangan Ustadz Shamsi Ali.
“Salah satu hal yang dapat dikagumi dari Amerika adalah institusi demokrasi dan politik yang solid. Semua ini tentunya didukung oleh soliditas ekonomi, pendidikan (intelektualitas) dan lain-lain, yang akhirnya membawa kepada stabilitas kehidupan publik yang stabil.
Sesuatu yang harus diakui bahwa Amerika tetap stabil bahkan di saat terjadi guncangan politik yang tidak wajar.
Contoh terdekat adalah terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden negara ini, yang kemudian berujung kepada kekerasan di Capital Hill tanggal 6 Januari tahun 2020 lalu. Sebuah peristiwa yang pastinya mencoreng wajah negara yang dikenal sebagai mbahnya demokrasi dunia,” urainya.
Dalam hal tersebut Ustadz Shamsi Ali mengatakan angkat jempol dan mengakui kehebatan Amerika.
“Amerika tidak lagi bergantung kepada figuritas atau tokoh-tokoh politik. Wajah Amerika tidak ditentukan misalnya oleh ketua-ketua partai, bahkan Presiden sekalipun. Tapi oleh institusi yang solid. Sehingga pergantian figur atau tokoh politik tidak banyak mengguncang kehidupan publik Amerika,” imbuhnya menegaskan.
Minus yang Serius
Namun demikian ada bagian minus yang serius. Ibarat produk handphone, minusnya ini sangat sulit untuk orang memahami apa lagi menerima begitu saja.
Menurut Ustadz Shamsi Ali, minus itu adalah kuatnya rasisme dalam proses demokrasi dan politik Amerika Serikat.
“Seringkali rasisme itu hijacked (menculik) kepentingan negara, bahkan menculik nilai demokrasi itu sendiri,” tegas Ustadz Shamsi Ali.
Fakta terbaru pun beliau sampaikan, yakni perihal Anggota Kongres dari kalangan Demokrat, yang merupakan wanita, imigran, berkulit hitam dan dia Muslim.
Fakta itu membuat Kongres Amerika mencopot sang Muslimah sebagai Anggota Komite Hubungan Luar Negeri Kongres.
“Dia adalah Ilhan Omar (34). Seorang wanita muda keturunan Somalia, bernama Islam dan berhijab, datang sebagai imigran dan pengungsi ke negara ini ketika masih berumur 7 tahun. Sejak itu tinggal di negara bagian Minnesota dan tumbuh menjadi seorang aktivis muda,” tutur Ustadz Shamsi Ali.
Catatan Sejarah
“Bagi Amerika terpilihnya Ilhan Omar juga menjadi catatan sejarah dalam banyak hal. Satu yang paling khusus adalah bahwa Ilhan Omar akan menjadi anggota Kongress pertama yang memakai hijab di negara super power ini,” tegas Ustadz Shamsi Ali.
Namun, itu bukan sebuah kondisi yang mudah untuk perjalanan ke depan. Hal ini karena masalah baru muncul, hubungan dengan aturan dalam Kongres yang mewajibkan semua Anggota Kongres dalam sidang resmi di Gedung Kongres, tidak boleh memakai penutup kepala.
“Ini berlaku bagi siapa saja, termasuk bagi pria Yahudi yang harus memakai Kippah (songkok kecil),” papar Ustadz Shamsi Ali.
Mengambil Pilihan
Sekarang Amerika berhadap-hadapan dengan realitas baru, seiring hadirnya Muslimah menjadi Anggota Kongres dan menggunakan penutup kepala (hijab).
Pilihan terbuka bagi Amerika, yaitu mengubah aturannya sendiri yang memang sepertinya tidak relevan lagi dengan aspirasi HAM.
Sebab bagaimanapun Ilhan punya hak dan kewajiban menjalankan tugasnya tanpa ada hambatan apapun.
“Wanita muda yang berani dan luas pergaulan itu dinilai menjadi ancaman bagi banyak pihak. Khususnya pihak yang selama ini sudah berada dan menikmati zona nyaman perpolitikan di Amerika. Ilhan pun dituduh sebagai anti Yahudi dan dianggap berkali-kali menyampaikan pernyataan yang anti semitisme,” tutur Ustadz Shamsi Ali.
“Puncaknya pada pemilihan anggota Kongres baru-baru ini di mana keanggotaan mayoritas Kongress jatuh ke tangan Republicans.
Satu dari dua partai besar di Amerika. Kebetulan Partai Republican saat ini sedang terpenjara oleh pengaruh Donald Trump yang anti non White, anti Imigran dan pastinya anti Islam,” sambung Ustadz Shamsi Ali.
Lebih jauh pria asal Sulawesi itu menegaskan bahwa Ilhan pun harus menerima kenyataan pahit. Kongres memblok Ilhan untuk kembali menduduki posisinya sebagai anggota Komite Urusan Luar Negeri (Foreign Affairs). Ya, sebatas karena dia tidak putih dan imigran. Soal kapasitas dan integritas atau kinerja, sepertinya itu tidak lebih penting dari status sosialnya.
Mau Mengobati?
Wajar jika kemudian Ustadz Shamsi Ali berkesimpulan bahwa Amerika dengan segala kelebihannya menyimpan penyakit berbahaya yang menular dari waktu ke waktu, yaitu rasisme.
Ibarat kata kalau Anda imigran, tidak berkulit putih, dan Muslim, Anda akan selalu mendapat hambatan. Terlebih Republican memang masyarakat Amerika pahami anti imigran, anti non kulit putih.
Ustadz Shamsi Ali menegaskan bahwa Amerika penting sekali mengakhiri kondisi tersebut. Jika tidak maka Amerika akan menambah catatan kelam dalam sejarahnya sebagai negara yang masih mengidap “rasisme politik.”
Suatu kondisi yang tentu amat sangat merugikan Amerika itu sendiri. Apalagi Amerika sadar namun enggan mengobatinya.*