Home Opini Idul Adha dan Kebahagiaan Hidup
Idul Adha dan Kebahagiaan Hidup

Idul Adha dan Kebahagiaan Hidup

by Imam Nawawi

Idul Adha identik dengan semangat berkorban. Dan, memang berkorban itulah, makanan paling bergizi bagi hati, ruh dan jiwa manusia, sehingga bisa mencapai kebahagiaan hidup.

Mengapa manusia mudah tidak bahagia? Karena mereka terlalu fokus pada aspek badaniyah dan melupakan inti dari manusia itu sendiri, yakni ruhani.

Baca Juga: Islam dan Gerak Ekonomi Indonesia

Kita tahu, manusia itu terdiri dari dua unsur utama, jasad dan ruh. Sebagaimana jasad, ruh juga membutuhkan makanan. Makanan ruh adalah sifat rela berkorban karena iman kepada Allah.

Nilai manusia secara hakiki terletak pada kualitas ruhnya. Prof. M. Tholhah Hasan mengutip pandangan Prof. Muhammad Al-Ghazali dari Mesir, bahwa sekiranya unsur manusia yang jasadiyah ini dijual atau dibeli dari toko, niscaya harganya sangat murah.

Buya Hamka juga pernah mengatakan, jika manusia dinilai dari jasadnya, maka kerbau lebih baik. Semakin gemuk kerbau atau sapi, semakin tinggi nilainya dalam jual beli. Akan tetapi, manusia tidak sama dengan hewan.

Makanan Ruh

Dalam pandangan kaum sufi, ruh adalah sumber kehidupan yang memancarkan moral, akhlak, dan segala kebaikan.

Semakin ruh berkualitas, halus, bersih dan bebas dari pengaruh hawa nafsu, maka manusia akan menjadi sosok penuh kebaikan, inspirasi dan kaya manfaat bagi kehidupan.

Hal itu, menurut Al-Farabi, karena ruh selalu bekerja melalui jasad. Dalam kata yang lain, akan seperti apa perbuatan jasad manusia, begitulah kondisi dari ruhiyahnya.

Orang yang jauh dari amal kebaikan, selalu dalam keburukan, akan sangat sulit mencintai kebaikan. Sebaliknya, orang yang jasadnya kerap mendirikan sholat dan berakhlak dalam pergaulan, pertanda ruhaninya mendapatkan asupan makanan yang memadai.

Ustadz Abdullah Said, pendiri Hidayatullah pernah menegaskan bahwa dalam hidup ini jangan sampai kita membiarkan ruhani dalam kondisi lapar dan haus. Berilah makanan ruh, yakni iman dan amal sholeh.

Soliditas

Mengacu pada kondisi manusia yang demikian itu, maka Idul Adha memiliki beberapa makna mendasar.

Pertama, Idul Adha berbicara tentang urgensi ruhani bagi kehidupan manusia. Tanpa kekuatan ruhani, mustahil orang mau mengeluarkan uang berkurban.

Baca Lagi: Prospek Umat Islam Jawab Tantangan Zaman

Kedua, Idul Adha mengajarkan bahwa yang kuat ruhaninya bukan hanya suami, tetapi juga anak dan istri, sehingga semua benar-benar dalam visi yang satu dan jalur kebenaran yang pasti.

Ketiga, Idul Adha memberikan petunjuk bahwa ruhani yang kuat dalam keluarga Muslim akan melahirkan soliditas dalam pembangunan masyarakat sehat jasmani dan ruhani.

Secara ekonomi, potensi ekonomi kurban pada 2023 mencapai Rp. 24,5 triliun. Namun satu hal perlu kita sadar, potensi itu akan terealisasi kalau ruhani umat Islam yang mampu baik dan penuh sinar keimanan.*

Mas Imam Nawawi

Related Posts

Leave a Comment