Home Hikmah Hilang Akal Karena Bersandar Pada Makhluk
Hilang Akal Karena Bersandar Pada Makhluk

Hilang Akal Karena Bersandar Pada Makhluk

by Imam Nawawi

Semakin hari kita kian mudah mendapatkan pemberitaan yang mengerikan. Ada orang dengan pangkat tinggi, tapi mental tak lebih dari pencuri. Seorang suami bisa melakukan tindakan irasional dengan membunuh anak kandungnya, lalu melukai istri. Mengapa fenomena orang kehilangan akal ini terjadi? Kata Ibn Athaillah, karena ia bersandar pada makhluk.

Ketika seseorang hatinya mengharapkan ada pujian dari makhluk, maka ia akan berharap kepada makhluk itu.

Entah ia bawahan mencari-cari kesukaan dari atasan. Atau seorang atasan memberikan begitu banyak kesenangan kepada bawahan agar mendapatkan pujian dari bawahan dan bawahan bisa dikendalikan kapan dan bagaimanapun.

Ketika seseorang atau dua orang atau bahkan kelompok orang berinteraksi dengan pola seperti itu, maka kebenaran akan buram bagi mereka. Yang ada ini adalah permintaan A, maka kita harus melakukannya.

Baca Juga: Bahagia dan Membahagiakan

Bahkan lebih buruk lagi, ada sekelompok orang, yang mereka memahami dengan mendalam. Bahwa sang pemimipin tidak mengerti dan memberikan perintah pada kesalahan. Tetapi malah yang dipimpinnya sibuk membela sang pemimpin. Hanya demi satu hal, aman kepentingan duniawinya.

Pesan Ibn Athaillah

“Jangan ulurkan tanganmu untuk menerima pemberian dari makhluk, kecuali kalian melihat bahwa pemberian itu berasal dari Allah.”

Ungkapan tersebut milik Ibn Athaillah dalam kitab monumentalnya “Al-Hikam.”

Jadi, jangan pernah berharap kepada manusia, siapapun dia. Kita harus bisa menepi dan menyepi dari mereka.

Artinya kendalikan hawa nafsu dalam diri, hasrat dalam jiwa, untuk datang kepada orang, siapapun itu dengan harapan mendapatkan apa yang menjadi hajat duniawi.

Yahya Ibn Muaz Al-Razi berkata, “Barang siapa membuka pintu-pintu dunia tanpa kunci-kunci takdir maka ia akan diwakilkan kepada makhluk.”

Tanda Keselamatan

Ibn Athaillah kemudian menerangkan perihal manusia yang selamat dari terperangkap hawa nafsu makhluk, baik dirinya maupun orang lain.

Pertama, ia mampu hidup dengan sikap tidak berlebih-lebihan, sehingga tidak perlu berpura-pura dalam balutan “kesholehan” semu.

Kedua, ia mampu menjatuhkan sikap tamak dalam diri sepanjang hidupnya. Tidak mencari jabatan, mendapat rezeki dengan kecurangan dan seterusnya. Bahkan ia tidak pernah lepas dari arena ibadah, dakwah dan kebaikan-kebaikan, entah yang wajib maupun sunnah.

Ketiga, teguh dalam iman dan Islam. Ia tidak memilih jalan, kecuali yang menjadikan hati istiqomah dalam iman.

Hatinya pemaaf, lisannya tidak menghina dan mengolok-olok orang lain. Kalau memuji, maka ia hanya memuji kepada Allah. Semua itu adalah syarat-syarat yang bersifat batiniah.

Suatu kesempatan, Basyar berkata kepada Ali bin Abi Thalib, dalam tidurnya.

Baca Lagi: Rumus Hidup Bahagia

“Betapa baik kelembutan orang kaya kepada kaum fakir untuk mendapatkan pahala.”

Lalu, Ali bin Abi Thalib berkata, “Dan yang lebih baik dari itu adalah orang fakir yang meninggalkan orang kaya karena percaya kepada Allah.”

Semoga Allah membuka mata hati kita semua terhadap kebenaran dan Allah mampukan kita berpaling dari kebatilan yang sepertinya menyenangkan, padahal membinasakan. Kepada Allah kita bergantung pada segala kebutuhan.*

Mas Imam Nawawi

Related Posts

Leave a Comment