Home Kajian Utama Hijrah dan “Pembibitan” Pemimpin Unggul
Hijrah dan “Pembibitan” Pemimpin Unggul

Hijrah dan “Pembibitan” Pemimpin Unggul

by Imam Nawawi

Dalam hari pertama Muharram 1445 H, penting bagi kita mengarifi hijrah dalam hal bagaimana Nabi SAW melancarkan “pembibitan” pemimpin unggul.

John C. Maxwell mengaku bahwa dirinya pernah membuat kesalahan. Saat menjadi pemimpin muda, ia lupa melakukan identifikasi, tidak mengembangkan dan tidak juga memberdayakan orang lain untuk memimpin.

“Sebagai hasilnya, kepemimpinan saya lemah, efektivitas organisasi secara keseluruhan jauh di bawah potensinya, dan dalam waktu dua tahun setelah saya meninggalkan organisasi tersebut, ukurannya menyusut menjadi setengah ukuran sebelumnya.” (The 360 Degree Leader, halaman: 356).

Baca Juga: Gairah Kampung Hijrah

Hijrah sejatinya juga erat hubungannya dengan hadirnya pemimpin unggul.

Dari sisi makna, Ibn Qayyim Al-Jauziyah menegaskan hijrah secara makna adalah transformasi mental spiritual dari sikap dan penghambaan terhadap semua tujuan, dan orientasi duniawi, menuju penghambaan dan ketaatan autentik kepada Allah dan Rasul-Nya.

Jadi, hijrah menanamkan pendidikan kepribadian dengan fokus inti manusia sendiri, yakni akal dan hati, sehingga manusia mudah menerima cahaya iman sekaligus memancarkannya dalam akhlak dan keteladanan.

Fakta-Fakta Menarik

Hijrah Rasulullah SAW telah melahirkan keteladanan hebat, semua orang yang mengikutinya tampil sebagai insan berkepribadian unggul.

Abu Bakar tumbuh sebagai insan yang teguh keimanannya, kesetiaannya dan komitmennya terhadap nilai-nilai Islam.

Ali bin Abi Thalib yang kala itu tidur di ranjang Nabi SAW dengan resiko mati juga tumbuh sebagai sosok pemberani. Semangat dan rela berkorbannya sangat tinggi untuk Islam.

Bahkan putra dan putri Abu Bakar terampil menjadi intelijen dan informan bagi Nabi SAW. Asma hadir sebagai penyuplai logistik hingga Gua Tsur.

Asma bergelar ‘Dzatun Nithaqaini’ (wanita yang memiliki dua selendang). Gelar itu hadir atas upayanya menyobek selendangnya menjadi dua bagian.

Helai pertama untuk menutupi tempat makan atau bekal Rasulullah SAW hijrah. Helai kedua untuk menutupi kepalanya.

Demikianlah sedikit fakta tentang perjalanan hijrah yang umum orang ketahui, telah mendidik, menempa dan menumbuhkan karakter pemimpin unggul dengan keyakinan yang kokoh.

“Guyon” Gus Baha

Sekarang tampak seakan-akan orang kurang serius dalam hal melahirkan pemimpin.

Baca Lagi: Memahami Hukum Sukses

Gus Baha kadang “guyon” (bercanda). Idealnya orang yang rajin ikut pengajian itu, kalau sudah 5 tahun atau malah 10 tahun, sudah bisa mengisi pengajian. Ini tidak, konsisten jadi pendengar dalam pengajian.

Fenomena itu lahir mungkin karena banyak orang yang telah berusia senior melihat kepemimpinan itu berat, menjadi pemimpin itu tidak mudah, sehingga memandang hanya dirinyalah yang bisa menanggung semua itu.

Boleh jadi itu benar untuk masa dia hidup. Tetapi apakah senior itu akan hidup selamanya? Bukankah Islam ini perjuangan lintas generasi.

Dalam “guyonan” Gus Baha, untuk apa merasa diri lebih tahu dan lebih bisa dalam hal urusan agama, dakwah, termasuk kepemimpinan. Lah, dahulu, waktu dia belum lahir, siapa yang mengurus masalah umat dan Islam? Tentu saja Allah.

Guyonan itu sebenarnya mengingatkan kita semua, bahwa siapkan generasi muda yang siap menjawab tantangan masa depan.

Karena pemimpin terbaik bukanlah yang semua hal bisa ia hasilkan. Pemimpin terbaik yang kalau ia tiada, telah siap pemimpin lanjutan yang berkarakter hebat sebagaimana seniornya di dalam memimpin.

Bukankah kita mau meniru Nabi SAW? Beliau meninggal tidak mewariskan beton dan benteng apalagi kereta mewah, tetapi manusia-manusia bervisi peradaban. Jelas sekali bukan?*

Mas Imam Nawawi

Related Posts

Leave a Comment