Setiba di rumah, saya minum kopi. Lalu menarik buku “Rehat Mental” karya Kareem Esmail. Pada halaman ke-20 ada satu kalimat singkat. “Kita tidak mencapai kebahagiaan, tetapi kita hidup dengannya.”
Kalimat ini sungguh keren. Kita tak perlu mencari kebahagiaan, kita hidup dengan kebahagiaan itu sendiri.
Tak cukup satu, saya mengambil satu buku lagi: “You Dont Need to be Loved by Everyone” karya Lee Pyeong. Ia menuliskan bahwa hidup ini kita mesti punya fokus. Kalau sudah ada fokus maka kita tak perlu mengotori tangan dengan membalas dendam atas ucapan buruk dan perilaku negatif orang lain. Kita cukup bersemangat menuju tujuang hidup yang kita buat.
Kedua buku itu memberi pesan yang seirama. Bahwa kita sebenarnya tengah dalam kondisi bahagia. Hanya ketika diri kita memerhatikan hal yang buruk, saat itulah kita terganggu. Padahal ada banyak nikmat yang Allah berikan dan kita tidak menyadari apalagi mensyukurinya.
Mentalitas Syukur sebagai Kunci Kebahagiaan
Ketenangan hati tidak perlu orang cari jauh-jauh, ia hadir dalam setiap tarikan napas kita. Syaratnya satu, sadar ketenteraman hati itu apa.
Bersyukur adalah cara terbaik untuk menyadari bahwa hidup ini sesungguhnya penuh dengan nikmat. Sering kali, kita sibuk memikirkan yang belum kita miliki dan lupa menikmati yang telah ada.
Padahal, saat hati kita bisa merasakan syukur, segala sesuatu yang sederhana pun terasa luar biasa.
Minum kopi hangat setelah melewati hari yang melelahkan, membaca buku inspiratif seperti “Rehat Mental” karya Kareem Esmail, adalah hal-hal kecil yang bisa menjadi sumber kebahagiaan besar. Ya, saya bahagia. Karena itu naskah ini tiba menjadi bacaan teman-teman.
Syukur membentuk mentalitas kuat dalam menghadapi kehidupan. Dengan mental ini, gangguan berupa ucapan buruk atau perilaku negatif orang lain menjadi tak berarti lagi. Sebab, kita tahu fokus sejati kita adalah mensyukuri setiap nikmat yang diberikan Allah dan menjalani hidup dengan semangat.
Ketika kita sadar bahwa kebahagiaan adalah bagian dari kehidupan yang kita jalani. Kebahagiaan bukan tujuan akhir yang misteri. Bukan juga perkara mahal seperti rumah megah atau mobil mewah yang melelahkan untuk orang bisa capai. Kebahagiaan ada pada pengetahuan, kesadaran dan pengamalan dalam wujud syukur.
Jadi, mari setiap hari kita bahagia dengan bersyukur. Itulah momen paling berharga.
Menebar Cahaya Kebahagiaan kepada Sesama
Kebahagiaan sejati bukan tentang apa yang kita dapatkan, melainkan tentang apa yang bisa kita bagikan kepada orang lain.
Menebar cahaya kebaikan kepada sesama justru melipatgandakan kebahagiaan di hati kita. Karena sejatinya, kebahagiaan tumbuh subur ketika dibagikan.
Melalui buku “You Don’t Need to be Loved by Everyone” karya Lee Pyeong, kita diingatkan bahwa hidup harus memiliki fokus yang jelas.
Fokus itu adalah misi untuk memberi manfaat bagi orang lain. Hidup dengan tujuan mulia ini membuat kita tidak lagi tergoda untuk membalas keburukan dengan keburukan pula.
Secara hakikat, kita diciptakan bukan untuk sibuk mengejar kebahagiaan pribadi semata, melainkan menjadi lentera yang menerangi kehidupan orang lain. Orang yang bisa begitu, pasti bahagia.
Dengan menyadari peran ini, kebahagiaan yang sesungguhnya menjadi jelas: ia adalah rasa damai dalam hati. Ia buah dari ketekunan membasuh hati dalam perjalanan hidup. Yang buahnya adalah bahagia dan membahagiakan.*