Mengapa Allah memerintahkan manusia beriman kepada-Nya dan kepada Rasul-Nya? Karena hidup hakikatnya hanyalah perjalanan. Perjalanan yang kalau kita tidak punya iman ujungnya adalah kesengsaraan.
Buktinya banyak, setiap hari orang naik kendaraan, mulai dari jalan kaki, naik sepeda, hingga kapal dan pesawat. Mau kemana? Jawabannya ke sana dan ke sini. Dan, itulah perjalanan.
Sebagai sebuah perjalanan tentu saja kita butuh untuk mempersiapkan segalanya. Mulai dari tujuan, bekal, termasuk bagaimana sikap terbaik dalam perjalanan itu sendiri.
Sebagai contoh, kala seseorang ingin ke satu tujuan dengan menggunakan sepeda, maka ia harus membawa barang yang proporsional untuk terangkut oleh sepeda. Tidak bisa seperti orang pindahan yang barang-barangnya justru membutuhkan kendaraan berupa truk.
Baca Juga: Bahagia dengan Menikmati Proses Perjuangan
Dengan kata lain, hidup ini hal pertama dan utama yang harus kita perjelas adalah apa tujuan hidup ini, lantas bagaimana cara terbaik untuk menggapainya. Jika tidak, maka hidup hanyalah hidup, kesana kemari tanpa arti.
Sadar
Ketika seseorang mengerti bahwa hidup adalah perjalanan maka ia akan sadar mengenai apa yang harus ditonjolkan dalam hidup ini.
Sebagai contoh, seorang petani akan ke sawah untuk memanen padi misalnya. Sebagai petani ia sadar bahwa nanti masuk ke sawah akan terkena gatal, tersengat terik mentari, berpeluh dan beragam hal yang tidak menyenangkan.
Apakah petani itu mundur untuk memanen padi di sawahnya?
Apakah ia mengeluh dengan rasa gatal dan keringat yang membasahi tubuhnya?
Pertanyaannya kemudian adalah, apa yang membuat petani itu begitu tangguh dan sabar? Tidak lain adalah kesadaran bahwa itu adalah hal yang memang harus dihadapi dalam kehidupannya pada masa panen.
Jadi, kesadaran adalah kunci untuk bisa meniti hidup dengan tegar, tenang, dan selalu optimis.
Perjalanan Indah Nabi Ibrahim
Berbicara kesadaran, kisah Nabi Ibrahim Alayhissalam adalah contoh luar biasa bagi kita semua.
Saat beliau sudah terikat pada sebuah kayu besar. Lantas tumpukan kayu yang tersusun layaknya acara api unggun anak-anak pramuka mulai menyala. Kemudian asap mulai membumbung menyelimuti sekujur tubuh Nabi Ibrahim. Lalu suhu panas mulai menyebar ke sekitar, Malaikat Jibril datang menawarkan bantuan. Nabi Ibrahim menolak. Tentu saja dengan cara yang baik dan sopan.

Nabi Ibrahim menolak dengan jawaban tegas. “Biarlah Allah yang menolongku.”
Kalimat itu adalah buah dari kesadaran iman yang mendalam. Kesadarannya akan Allah sangat kuat. Bahwa pada hakikatnya dalam hidup ini tak satu pun makhluk bisa menolong makhluk, kecuali atas izin Allah. Dan, Nabi Ibrahim sebagai kekasih Allah ingin dirinya langsung Allah saja yang menolongnya.
Apa yang selanjutnya terjadi, api tetap membara, namun hawa panas berubah menjadi dingin atas kehendak Allah. Lebih jauh, Nabi Ibrahim adalah sosok yang selalu tegar menjalani kehidupan ini.
Dengan demikian jangan takut mengisi kehidupan ini dengan dasar iman. Akan selalu ada pertolongan Allah.
Baca Juga: Lihai Menyiasati Waktu
Dan, orang-orang yang banyak kebaikannya bagi kehidupan manusia adalah orang yang berjalan dalam dunia dengan optimisme tinggi bahwa kalau hidup ini untuk Allah, maka Allah akan urus semua keperluan diri sendiri.
Ustadz Abdullah Said, pendiri HIdayatullah sering menyampaikan ayat Alquran kepada murid-muridnya, “Tolonglah agama Allah, niscaya Allah akan menolongmu.”
Mas Imam Nawawi_Perenung Kejadian


