Home Artikel Hidup dengan Bahasa Aqidah
Hidup dengan Bahasa Aqidah

Hidup dengan Bahasa Aqidah

by Mas Imam

Hidup di dunia ini jika dipandang sebatas oleh rasio dan indera, maka terang semua harus menggunakan logika dunia. Sampai sebagian Muslim lupa bahagimana bahasa aqidah hidup dan digunakan di alam fana ini.

Orang sudah sering membaca, mendengar ungkapan bahwa tidak semua hal butuh uang, tetapi semua hal tidak bisa dilepaskan dari uang.

Ungkapan itu benar secara empiris. Terkonfirmasi memang bahwa banyak uang lebih baik dari sedikit uang, itu pandangan empiris keduniaan. Terlebih kalau urusannya adalah belanja atau keinginan dan sedikit tentang kebutuhan.

Tetapi, jika kita mau sedikit dalam melihat, banyak orang punya uang hidup tidak bahagia. Banyak yang uangnya tidak sedikit, urusannya bermasalah dengan hukum, keluarga, dan kolega.

Baca Juga: Islam sebagai Peradaban

Sebagian dari mereka rela menggadaikan iman dan kejujuran, sehingga jual beli hukum baginya adalah kelumrahan.

Dengan demikian memang sangat penting bagi setiap diri sadar bahwa di dalam hidup di dunia ini, bukan semata logika empiris yang diperlukan, lebih jauh adalah logika aqidah, dalam ulasan kali ini saya sebut bahasa aqidah.

Fokus kepada Allah

Mari kita renungkan perlahan-lahan, apakah diri kita dijamin keselamatannya oleh uang?

Apakah masa depan bahagia ditentukan oleh jumlah uang?

Apakah manusia yang agung, menginspirasi dan menjadi kerinduan banyak orang adalah karena uang yang dimilikinya?

Allah bahkan memerintahkan orang beriman untuk membelanjakan uang dan harta yang mereka miliki di jalan jihad, apapun bentuk kebaikan di arena jihad itu.

Entah membangun masjid, sekolah, wakaf, dan lain sebagainya. Islam tidak pernah mendorong agar seseorang yang ingin bahagia memperbanyak uang.

Tetapi, itu tidak berarti orang Islam harus miskin. Justru orang beriman harus punya uang, karena itu dalam sejarah Nabi Muhammad SAW ada sahabat seperti Utsman bin Affan dan Abdurrahman bin Auf.

Mereka orang yang kaya dan kekayaan itu memang mereka kejar untuk dijadikan penyokong kemajuan dakwah dan tarbiyah umat. Jadi, bukan untuk menjadi konglomerat yang namanya nangkring di daftar orang terkaya, tapi tak satu pun orang miskin mengenalnya.

Lebih jauh, kalau kita renungkan dengan lebih tajam, orang miskin yang uangnya sehari hanya Rp. 20.000 mereka bisa hidup. Bahkan binatang yang tak kenal uang juga bisa hidup, apapun jenisnya.

Hal itu menunjukkan bahwa bukan uang yang menentukan hidup tidaknya orang, tetapi rahmat Allah, ketetapan Allah dan kehendak Allah.

Oleh karena itu hal yang penting disadari oleh insan beriman adalah apakah imannya fungsi, sehingga bisa fokus kepada Allah. Punya uang berarti banyak amal. Sedikit uang berarti banyak sabar.

Ketika itu yang jadi mindset hidup yang benar-benar hadir dalam diri seseorang, insha Allah kebahagiaan itu akan datang ke dalam hati.

Rapi dan Solid

Namun demikian, tidak berarti dunia harus disikapi dengan cuek dan asal-asalan.

Hidup di dunia ini adalah kesempatan berladang untuk panen kelak di akhirat. Itulah mengapa Allah itu suka kepada orang beriman yang dalam jihad bersatu seperti bangunan yang kokoh.

Artinya, umat Islam harus rapi, disiplin, cerdas, cermat dan agresif di dalam mengisi setiap kesempatan dengan kebaikan-kebaikan.

Baca Lagi: Mengagumi Tuhan Melalui Alam

Umat Islam harus tampil sebagai insan yang orientasi hidupnya adalah Allah, bukan uang. Ingat bukan uang. Tetapi, dapatkanlah uang dengan halal dan baik, lalu gunakan untuk investasi di dunia sekaligus di akhirat.

Uang itu diperlukan sebagai sarana, bukan tujuan. Di sinilah letak permasalahan utama umat manusia, yakni memandang uang sebagai tujuan, sebagian malah ada yang telah menobatkannya sebagai tuhan, walau tanpa sadar.

Jadi, kalau ada orang gelisah, galau dan tidak bahagia, maka hal yang utama perlu diperiksa, tanyakan siapa Tuhannya. Kalau uang, maka dia akan banyak mengeluh, banyak masalah dan banyak menderita.

Kalau Tuhannya Allah ia akan terus berusaha mengisi kehidupan dengan kebaikan. Ada uang ia berbuat kebaikan, sedikit uang ia bersabar dan terus melakukan kebaikan.

Mengisi kebaikan tu di antaranya ialah dengan tekun menuntut ilmu, berdagang, bertani, berkebun dan ragam skill lain yang dapat menghasilkan uang. Kalau ini dilakukan secara berjama’ah maka lakukan secara rapi dan solid.

Ia tak pernah mau dihantam malas apalagi menyerah mengisi kehidupan ini dengan orientasi mengharap ridha Allah. Kegiatan dan pikirannya tidak dikendalikan oleh uang, tetapi Allah Ta’ala.

Itulah bahasa aqidah yang kini harus kembali kita segar-segarkan.*

Mas Imam Nawawi

Related Posts

Leave a Comment