Healing belakangan sering jadi kata andalan banyak orang, terutama anak muda, temrasuk yang telah berumah tangga. Lalu apa sebenarnya healing itu? Jangan sampai sering healing yang datang malah pusing.
Healing erat kaitannya dengan kesehatan mental. Belakangan menjadi sangat trend utamanya dalam dunia anak muda dan media sosial.
Biasanya mereka yang menggunakan kata healing terutama pada media sosial dengan penyertaan foto sedang liburan atau melakukan aktivitas tidak biasa adalah dalam rangka menyembuhkan diri secara mental.
Baca Juga: Pemuda itu Soal Mental dan Karakter
Seperti coba melupakan masa lalu. Ingin mendapat ketenangan serta ingin meraih kebahagiaan. Memang asal makna dari healing memang penyembuhan.
Fenomena Healing
Seorang psikolog dari UGM, Galang Lufityanto mengatakan bahwa fenomena healing dengan staycation atau berlibur di destinasi wisata atau hotel mewah adalah salah kaprah.
Healing yang sebenarnya adalah menyembuhkan diri secara psikologis sehingga menjadi lebih sehat secara mental.
Hal itu karena healing tidak harus liburan. Healing bisa kita wujudkan dengan program sederhana dan menyenangkan dalam rumah, mulai memasak, menjahit dan atau bermain bersama anak-anak.
Interaksi dengna keluarga dalam rumah kadang kala merupakan proses sederhana yang dapat menjadikan mental lebih kuat. Itu artinya healing bukan soal liburan, tetapi keberhasilan mendapatkan ketenangan, kebahagiaan dan arti dalam hidup.
Bahkan sebenarnya pergi ke majelis ilmu itu merupakan healing terbaik. Karena ilmu akan menguatkan iman dan tentu saja mendorong orang beramal sholeh.
“Kritik” Ustadz Fauzil
Ustadz Fauzil Adhim melihat fenomena healing ini sebagai hal yang “aneh” terutama yang terjadi pada banyak keluarga. Sebab bukannya mengobati tetapi malah tidak tersembuhkan mental dan hati.
“Segersang apakah pernikahan kalian sehingga memerlukan healing begitu sering?”
Beliau melanjutkan. “Healing tidaklah diperlukan kecuali bagi hati yang gersang, jiwa yang kering atau perkawinan yang meranggas dan sakit..
Duduk masih berdampingan, tetapi hati saling berjauhan atau bahkan saling memunggungi.”
Namun sayang, kata pakar parenting itu, banyak orang melakukan healing tapi malah tambah pusing.
Karena mereka rajin melakukan healing tetapi tidak mengobati.
“Sakitnya tidak berkurng, bahkan bertambah-tambah. Sebab mereka hanya melupakan sejenak, atau menutupi, tetapi bukan sungguh-sungguh menyelesaikan dari akarnya.”
Dengan demikian setiap jiwa penting memahami healing secara lebih substansial. Jangan terjebak oleh fenomena orang cari pengalihan masalah dan menyebut itu sebagai healing.
Baca Lagi: Pemuda Islam Menguasai Data
Akibatnya healing yang ada dan terus dilakukan justru menambah pusing dan jiwa kian kering dan meranggas. Hidup kian jauh dari bahagia.*