Home Artikel Guru Harus Bergaji Seperti Komisaris
Guru Harus Bergaji Seperti Komisaris

Guru Harus Bergaji Seperti Komisaris

by Imam Nawawi

“Guru itu dihargai sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Itu saja udah derogatif (menghina).” Demikian Rocky Gerung nyatakan dalam podcast bareng Gita Wirjawan. Kemudian Rocky berikan dorongan bahwa guru seharusnya dapat gaji seperti komisaris.

“Jadi kompetisi itu dimulai juga dengan insentif yang bermutu,” tegas Rocky.

Kita mengenal guru memang profesi penuh kemuliaan. Dan, selalu ada sosok yang komitmen, tulus dan setia dengan menjadi guru.

Baca Juga: Menjadi Guru Peradaban

Eep Saefullah Fatah pernah mengungkapkan bahwa ayahnya seorang guru. Ketika pensiun dan mendapat tawaran sebagai bendahara sebuah urusan di desanya, ia menolak.

Eep meneruskan ceritanya, itu karena sang ayah ingin dikenang hanya sebagai guru.

Namun demikian, guru di Indonesia tidak mendapatkan perhatian memadai, apalagi kalau menyangkut guru dengan tambahan istilah honorer, mereka benar-benar hidup tidak sejahtera.

Hari Guru Nasional yang berlaku sejak 25 November 1945 sampai kini tak mampu mengundang kesadaran pihak pemerintah benar-benar memperhatikan nasib guru.

“Meski telah berkali-kali merayakan hari guru, tetap saja nasib para guru terutama guru honorer dan guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) masih memprihatinkan, terasa sulit, dan belum mencapai titik sejahtera,” demikian Kompas.com menuliskan laporan.

Inilah sebuah fakta dan juga realita tentang pendidikan di Indonesia, kenapa belum bisa unggul Karena gurunya tidak mendapatkan penghargaan yang memadai.

Gaji Guru Negara Maju

Saya tertarik untuk melihat gaji guru di negara-negara maju.

Data itu saya temukan dari web CNBC. Luksemburg gaji gurunya Rp. 1,4 miliar per tahun.

Jerman gaji guru, Rp. 1,1 miliar. Kanada Rp. 1 miliar. Belanda, Rp. 1 miliar. Terendah Kolombia Rp. 569 juta.

Tetapi apakah gaji itu bisa membuat guru pada masing-masing negara itu sejahtera, belum ada keterangan lebih lanjut.

Namun, kalau kita ukur dengan keperluan di Indonesia, gaji Rp. 1 miliar setahun berarti sebulan guru mendapatkan gaji senilai Rp. 83 juta lebih.

Jika guru di Indonesia mendapat gaji minimal 83 juta per bulan, maka guru tidak lagi akan hidup kesulitan. Guru Indonesia akan sejahtera dan pasti akan berdampak pada pembangunan mutu pendidikan Indonesia.

Nanti di Surga

Tapi mungkinkah guru akan bergaji sampai Rp. 83 juta perbulan?

Mojok.co memberikan sebuah catatan penting soal itu. Bahwa sekelas menteri pendidikan saja hanya bisa mengatakan, kalau gaji guru kecil, nikmati, nanti ada balasan di Surga.

Baca Lagi: Yang Membahagiakan

“Kita masih ingat nasihat Pak Muhadjir saat menjabat sebagai mendikbud, “Kalau sekarang gaji guru sedikit, apalagi guru honorer, ya nikmati saja. Nanti masuk surga.” Hmmm, Pak, cara masuk surga itu banyak. Nabi saja mengajarkan doa fiddunya hasanah wafil akhiroti hasanah. Masa ini nyuruh orang cuma hasanah di akhiratnya saja?”

Memang kekayaan dalam Islam itu tidak jadi patokan orang bahagia atau tidak, bahkan bisa masuk Surga atau tidak.

Akan tetapi dalam konteks kompetisi globalisasi, Indonesia sebagai negara yang pernah dijajah, harus punya superioritas.

Menumbuhkan dan membangun superioritas itu butuh ilmu. Sumber ilmu itu ada dalam dunia pendidikan. Guru adalah ruh dunia pendidikan.

Kalau gurunya hidup sulit, sementara pejabat enak-enakan dengan gaji besar dan beban tidak jelas, bagaimana Indonesia bisa berangkat jadi negara maju.

Dengan demikian, guru harus bergaji komisaris, menarik jadi perhatian. Itu kalau bicara Indonesia ingin menjadi negara maju dalam dunia pendidikan dan semua sektor kehidupan.

Nah, kepada siapakah ide ini kita titipkan. Kepada capres masa depan? Siapa orangnya, mengerti pendidikan kah dia, pernah jadi guru kah dia? Para guru harus benar-benar memahami.*

Mas Imam Nawawi

 

Related Posts

Leave a Comment