Belakangan sebagian orang akrab dengan istilah generasi yang mendapat tambahan X, Y, Z dan Alpha. Tapi apakah penambahan itu perlu?
Menarik uraian dari Dr. Arfan, M.Pd dalam kajian akhir pekan Ramadan di Masjid Umul Qura Depok (8/3). Sebenarnya kita tidak perlu terlalu risau dan terjebak dengan istilah generasi X,Y, Z dan seterusnya. Boleh jadi itu “ilusi” yang sengaja dihadirkan oleh pihak tertentu. Karena hakikatnya, generasi (angkatan) apapun kita, menjadi pribadi baik itu keniscayaan.
Lalu Kenapa Ada Gen X, Y, Z dan Alpha
Boleh jadi, kemunculan istilah itu karena adanya kelompok besar kaum yang usianya berbeda, lingkungannya (terutama digital) juga tidak sama. Lalu, tumbuhlah tunas tentang klasifikasi generasi itu.
Padahal, dalam setiap generasi tak mungkin semuanya sama. Gen X dan Gen Z misalnya mayoritas suka gadget. Tapi pasti ada yang tidak larut dalam kondisi besar itu. Perbedaan individu bagaimanapun adalah hal yang pasti selalu ada dalam setiap generasi.
Nabi Muhammad SAW itu lahir pada masa jahiliyah. Namun, putra Abdullah itu tidak ikut tumbuh dengan karakter jahiliyah sebagaimana umumnya watak orang pada saat itu.
Lebih dalam, pembagian generasi itu mungkin relevan bagi Amerika dan Eropa dengan infrastruktur yang memadai dalam hal digital. Namun apakah juga sama dengan Indonesia? Kita tak boleh lupa, setiap negara punya konteks, sejarah, politik dan budaya yang jelas tidak sama.
Hadirkan saja rasionalitas kita, apakah Gen Z di Indonesia mungkin memiliki pengalaman yang sama dengan Gen Z di Jepang atau Afrika terkait isu seperti akses teknologi, konflik sosial, atau perubahan iklim.
Jadi, kalau Dr. Arfan mengatakan pembagian kelompok besar usia itu “ilusi” dalam konteks ini kita bisa menemukan alasannya, mengapa itu sebatas hal yang tak benar-benar nyata.
Siapa yang Untung?
Ketika sahur, saya mendengar ucapan Mata Najwa di Instagram, isinya mengajak kita berpikir kritis, menguji setiap apa yang ada. Lebih jauh apakah kita tahu siapa yang paling beruntung dari setiap hal viral yang masyarakat perbincangkan.
Secara umum, siapa yang untung bisa kita bisa arahkan produk komersial. Siapakah yang akan memanen keuntungan dengan adanya istilah-istilah itu?
Boleh jadi, istilah generasi-generasi itu memberi ruang bagi motivasi komersial. Istilah ini memberi “ruang lega” bagi industri marketing untuk memasarkan produk atau layanan, sehingga tujuan awalnya bukan ilmiah, melainkan komersial.
Substansi
Terlepas dari berbagai pandangan tentang generasi, secara substansi, generasi apapun butuh menjadi baik. Lihatlah banjir yang terjadi belakangan, itu butuh peran generasi manapun untuk mulai sadar akan penataan lingkungan.
Bagi generasi yang dewasa, memiliki anak-anak generasi muda, pesan utama yang harus kita berikan adalah bagaimana mereka kuat iman dan Islam-nya.
Generasi muda, bagaimanapun teknologi informasi berkembang jangan larut. Tetap harus sadar bahwa kita bernafas di alam nyata. Kita menanam padi di sawah. Maka sadarlah akan tantangan ke depan secara nyata. Dengan begitu lahir kesadaran menempa diri.
Sungguh, kita bisa berpikir secara kritis, tidak ada fungsi apapun dari penamaan kelompok besar usia kalau kita tidak punya kesadaran membangun umat, bangsa dan negara. Dalam bahasa Alquran, kita tidak akan jadi generasi terbaik, kalau mengabaikan aspek-aspek pembentukan karakter takwa dalam diri.*