Bicara Indonesia tentu saja tidak bisa lepas dari yang namanya agama, Islam terutama. Tetapi mengapa kini frasa agama menjadi tiada? Dikemanakan kira-kira?
Namun, seterang sinar mentari di siang hari, peran agama Islam di negeri ini seakan terus berusaha ditutupi.
Meskipun, sekelas awan tebal pun tak kan mampu selamanya menutup terangnya cahaya mentari.
Akan tetapi, jika umat Islam kian tidak sadar, boleh jadi ke depan Islam dan Indonesia benar-benar akan dipertentangkan bahkan dipisahkan.
Jadi, ada sebuah tantangan nyata di depan umat Islam, bagaimana menjadikan ruh dari ajaran paripurna ini menjadi milik bangsa, sehingga segenap gagasan yang hendak membenturkan Islam dan Indonesia benar-benar tertolak dengan sendirinya.
Dalam Dinamika Sejarah Umat Islam Indonesia, Kuntowijoyo menerangkan dengan gamblang bahwa umat Islam perlu bersikap integrasionis.
Baca Juga: Menciderai Akal Membunuh Nurani
“Artinya kita tidak perlu memisahkan antara kepentingan Islam dengan kepentingan bangsa. Umat Islam adalah mayoritas di negara ini. Kenyataan ini adalah fakta sejarah yang barangkali untuk jangka waktu lama tidak akan berubah.
Masalahnya sekarang adalah, apakah sistem nasional yang ada sekarang bisa kita terima atau tidak, sesuai atau tidak dengan Islam. Sebagai warga negara, kita punya hak untuk memilih sistem yang benar.”
Frasa Agama Tiada
Negeri ini kembali heboh. Terbaru soal hilangnya frasa agama di peta jalan pendidikan tahun 2020-2035.
Banyak pihak terkejut dan bertanya-tanya, termasuk PBNU.
“Peta pendidikan ‘Road Map’ Indonesia adalah sebuah keinginan bersama rakyat Indonesia yang telah dirumuskan dengan musyawarah dan di tetapkan menjadi Undang Undang yang harus di ikuti oleh siapa saja sebagai pemangku kebijakan di bidang Pendidikan, yang acuan dasarnya di Negara yang berdasarkan Pancasila adalah UU Dasar 1945 Pasal 31 ayat 1 sampai 5 UUD 1945, yang berisi, Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan,” kata Kiai Marsudi melalui keterangan tertulisnya yang diterima Hidayatullah.com Senin, (08/03/2021).

pendidikan harusnya dibangun di atas landasan agama
Masih dilansir hidayatullah.com Kiai Marsudi menyatakan pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang. “Artinya bahwa Keimanan, Ketakwaan, dan akhlaq mulia adalah domain Agama,” jelasnya.
Ketua Umum Asosiasi Guru Pendidikan Agama Islam Indonesia (AGPAII) Mahnan Marbawi juga menanggapi hilangnya frasa agama dalam Peta Jalan Pendidikan Nasional 2020-2035 yang dirumuskan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
“(Karena itu) Pendidikan harus dibangun di atas pondasi agama dan kemanusiaan. Bukan untuk mengejar hedonisme, individualistik, dan matrialistik,” kata Mahnan dalam keterangan tertulisnya, Ahad (7/3), seperti dirilis Republika.co.id.
Singkat kata, bagaimana mungkin frasa agama menjadi tiada daalam Peta Jalan Pendididkan Nasional 2020-2035.
Jangan Lupa Sejarah
Kalau mau dinalar dengan jujur, terutama kala merujuk fakta sejarah, negeri ini bisa merdeka karena kuatnya pendidikan agama.
Tidak perlu banyak teori, ambil saja fakta bagaimana Bung Tomo menggebrak semangat arek-arek Suroboyo melawan agresi militer Belanda dengan pekikan takbir.
Bagi orang yang jujur, itu sudah bukti kuat, bahwa pendidikan agama di negeri ini benar-benar telah memerdekakan kehidupan bangsa Indonesia.
Baca Juga: Berpikir Positif dan Teguh Pendirian
Lantas mengapa frasa agama dijadikan hilang? Bukankah pendidikan dalam Islam bertujuan membentuk pribadi Muslim seutuhnya, mengembangkan seluruh potensi manusia baik lahir maupun batin, menumbuhkan hubungan harmonis setiap pribadi manusia dengan Allah, manusia dan alam semesta. Jadi apa yang keliru dalam agama Islam?
Dengan demikian, hilangnya frasa agama dalam peta pendidikan tidak bisa dipandang biasa.
Hal ini potensial “membenturkan” Islam dengan konsep pendidikan negara satu sisi. Sisi lain, ini adalah wujud pengingkaran sejarah yang tentu akan sangat berdampak negatif secara serius bagi perjalanan bangsa Indonesia ke depan.
Semoga semua pihak segera sadar dan kini tidak lagi perlu mengembangkan narasi bahwa Islam berbenturan dengan Indonesia atau Indonesia harus bertentangan dengan Islam.
Mas Imam Nawawi_Perenung Kejadian