Saat pemerintah berupaya kuat menggenjot kemajuan perekonomian, ternyata perekonomian juga tampak lesu bahkan sebagian titik telah mati. Singkatnya manakah dari ekonomi Indonesia yang akan terjadi, maju atau mati?
Indikasi kuat berupa tutup dan pindahnya pabrik, yang merupakan tempat sebagian rakyat bekerja (kaum buruh) menganga di depan mata kita. Apakah itu artinya ekonomi Indonesia masih dan akan maju atau tengah dan telah mati perlahan-lahan?
Berita yang ramai masyarakat peroleh dari media online adalah tutupnya pabrik sepatu Bata di Purwakarta. Kemudian juga fakta mengapa banyak pabrik di Jawa Barat tutup.
Dampaknya jelas, sebanyak 2.650 pekerja di Jawa Barat yang mayoritas ada di pabrik tekstil dan garmen harus rela terkena PHK.
Upah Rendah
Doktrin cari usaha dengan modal serendah-rendahnya dan untung sebesar-besarnya tampaknya masih jadi ajian para pengusaha.
Baca Juga: Prospek Umat Islam Jawab Tantangan Zaman
Kabarnya, sebagian pabrik pindah dari Jawa Barat ke Jawa Tengah dan Jawa Timur itu karena para pengusaha mencari upah buruh yang rendah. Hal itu mengacu pada upah minimum provinsi (UMP) yang rendah.
Jadi kalau ada suatu daerah akan dibangun pabrik, senang boleh tapi terlalu bangga jangan. Karena itu berarti upah yang ada tidak lebih besar dari posisi pabrik beroperasi sebelumnya.
Situasi ini menghadapkan masyarakat pada dilema. Satu sisi sebagian rakyat butuh pekerjaan. Sekalinya datang pekerjaan, upahnya memang sudah dipatok rendah.
Hitung-hitungan awamnya, pekerjaan baru yang ada tak memberi celah untuk tumbuh secara ekonomi. Hanya saja masyarakat bisa bekerja. Tetapi lepas dari jeratan pendapatan rendah, tampaknya hanya harapan.
Tapi pengusaha tidak mungkin mengoperasikan sebuah pabrik dengan labour cost yang tinggi dalam hitung-hitungan mereka. Karena itu sama saja membuka kerugian. Lantas apa yang bisa pemerintah lakukan?
Fenomena Awal
Tutupnya pabrik sepatu Bata di Purwakarta, kata Rhenal Kasali adalah fenomena awal.
Baca Lagi: Islam dan Gerak Ekonomi Indonesia
“Bagi saya ni baru babak permulaan dari bertumbangannya pemain-pemain lama dan harus menjadi perhatian bagi semua yang mengandalkan ‘branding’,” katanya kepada detik.com.
Posisi gen-Z sekarang, kata Yuswohady tidak ingin identik dengan generasi lama.
“Generasi baru itu selalu nggak mau diidentikkan dengan generasi lama. Sementara Bata itu identik dengan boomers sama gen X. Intinya dia udah nggak relevan dengan generasi baru. Bata ini memang global brand dan melegenda, tapi melegenda ini kadang-kadang agak beda-beda tipis dengan old brand,” jelasnya.
Artinya, fenomena awal ini memberikan catatan ketat pada pelaku bisnis, bahwa memahami kemauan pasar merupakan langkah yang harus benar-benar disiapkan.
Kalau kita tarik dari gaya pemerintah membangun kemajuan ekonomi rakyat dengan pola lama, maka boleh jadi upaya baru membangun ekonomi belum bertemu hasil, kematian ekonomi yang selama ini ada sudah semakin pasti.
Kita (sebagai orang awam) tidak begitu bisa membaca dalam (detail dan lengkap) soal ekonomi ini. Akan tetapi kalau rakyat kesulitan memenuhi kebutuhan dasar, itu sudah pasti bahwa ekonomi negeri tidak sedang baik-baik saja. Saya rasa semua tidak ada perselisihan dalam memaknai fakta-fakta yang seperti itu.*