Home Kisah Dua Sahabat Tangguh
Dua Sahabat Tangguh

Dua Sahabat Tangguh

by Imam Nawawi

“Kapan kesini?” Seorang sahabat dari lereng Magelang mengirim pesan agar aku bisa menemuinya. Ia memang sedang ada di Jakarta untuk sebuah acara. “Insha Allah,” begitu jawabku. Dia memang sahabat tangguh. Tapi ada satu lagi, jadi ada dua sahabat tangguh yang kupunya.

“Besok sore kita ke lantai dua, yuk,” sapaku melalui pesan instan dari smartphone, kepada sahabat tangguhku yang satu lagi. Badan jelas lebih besar dan selalu ready kalau ada panggilan kebaikan.

Lantai dua adalah satu lokasi tempat berbagai acara pertemuan berlangsung, termasuk training alias pelatihan-pelatihan.

“Ok, Bang,” jawabnya tanpa bertanya ba, bi, bu.

Baca Juga: Sahabat Penyemangat

Padahal, ia adalah sosok yang kritis, kalau ada sesuatu, maunya tahu sampai ke akar-akarnya.

Jangan coba berkata-kata kepadanya tanpa kesiapan konsep detail, ia lebih liar dari wartawan investigasi sebuah media ternama kalau sudah bertanya.

Misalnya ada bagian personalia media ternama Indonesia mengenalnya, mungkin sahabatku itu akan dapat job seperti Mata Najwa.

Kali ini, ia seperti yakin dan mengerti sekali apa yang kumau.

Proses

Sahabat yang dari lereng Magelang perawakannya mirip denganku, kecil, murah senyum, tapi kadang-kadang tengil.

Tengil kami terbatas, hanya pada pikiran, kata-kata, kadang pertanyaan yang menghujam.

Maka tidak mengherankan saat sesi penutupan yang ia ikuti acaranya lebih dari tiga hari itu, namanya terpanggil.

Dan, ia maju dengan percaya diri, ia menyandang prestasi, peserta paling aktif.

MC dengan bangga berkata, “Ini memang kecil, tapi jangan salah, ini adalah peserta pelatihan paling aktif di setiap sesi pembahasan,” ungkapnya yang mengundang seluruh hadirin tersenyum, termasuk sahabatku itu sendiri. Tengil bukan?

Sahabatku memang orang yang sejak mahasiswa berusaha keras memahami apa itu komunikasi.

Selain itu sosoknya memang seperti terjaga. Pagi dan sore ia adalah “imam” untuk wirid pagi dan sore di masjid.

Suaranya merdu. Ia juga andalan untuk muadzin setiap hari Jum’at. Betapa Allah Maha Menepati Janji, siapa berbuat baik, maka kebaikan itu bagi dirinya sendiri.

Ketika tugas dakwah pun akhirnya ia sukses menjadi seorang penggerak organisasi di daerah Magelang.

Asal-usul sebagai orang Jawa bukan lagi sebuah hambatan, bagaimana berdakwah dengan komunikasi secara efektif dan efisien.

Malam itu yang kusesalkan hanya satu, tak bisa kami bertemu sedikit lama, walau hanya untuk saling lempar senyum dan candaan liar ala sahabat lawas.

Kupikir sudah bukan waktunya untuk itu, mengingat acara berakhir nyaris tengah malam. “Ia pasti lelah,” ucapku dalam hati.

Benar saja, ketika ia merasa waktu berlalu, semua peserta sudah ke pembaringan, ia tak melihat sosok aku. Ia kembali bertanya, “Apakah sudah pulang?”

Dengan hati sedih ku membalas pertanyaan itu, “Ini baru saja tiba di rumah.” Kulihat jam, sudah nyaris pukul 01.00 dini hari.

Rasanya sedih sekali tak bisa menyapa lebih jauh, walau sempat kami berpelukan erat, sebelum pembukaan acara berjalan.

Tapi kuyakin ini kehendak Allah, lain kesempatan insha Allah bisa bertemu, berpelukan, dan bersandar santai, menguatkan langkah yang entah sampai mana sudah berkelana.

Motivasi

“Milikilah sahabat yang sholeh,” itu pesan guru dan orang tuaku dulu, kala masih mengaji di Mushola di Desa Klatakan, Tanggul.

Ucapan itu kerap guru dan orang tuaku ulang, sampai-sampai aku bosan.

Baca Lagi: Milikilah Sahabat yang Hebat

Maklum usiaku kala itu baru 5 tahun, belum SD, tapi sudah dapat kalimat nasihat tanpa penjelas.

Namun seiring berjalannya waktu, nasihat itu sangat berharga.

Dari dua sahabat tangguh itu saya belajar, bahwa hidup harus terus belajar, berkarya dan bermanfaat bagi orang lain.

Sahabatku dari lereng Magelang, jangan ditanya, ia adalah guru dari banyak remaja putri. Ia sekarang pemimpin pesantren putri di sana.

Sahabatku yang bak wartawan investigasi itu juga begitu. Ia instruktur yang telah memberi banyak warna bagi anak-anak muda.

Melihat mereka ku sadar bahwa hidup akan baik kalau kita memiliki sahabat yang baik.

Kedua sahabatku itu memang tidak bisa memberiku Rubicon atau Harley Davidson, tapi keduanya selalu memberiku pelajaran, inspirasi dan kekuatan untuk terus menekuni jalan kebaikan.*

Mas Imam Nawawi

 

Related Posts

Leave a Comment