Home Kajian Utama Doa dan Ucapan Jangan Hanya di Lisan
Doa dan Ucapan Jangan Hanya di Lisan

Doa dan Ucapan Jangan Hanya di Lisan

by Imam Nawawi

Doa dan ucapan, terutama yang kita lantangkan saat sholat harus terpatri dalam hati. Jangan sampai doa dan ucapan baik kita berhenti hanya sampai di lisan.

Demikianlah salah satu poin yang menjadi pesan dari Bapak Pemimpin Umum Hidayatullah, KH. Abdurrahman Muhammad dalam momen Tarhib Ramadhan pada 2022.

Tentu saja pesan itu mengingatkan kita bahwa ritual dalam bentuk ibadah tidak semestinya kita jalani sebatas seremoni. Harus menancap dalam hati.

“Inilah perlunya kesiapan spirit, semangat. Perlunya mujahadah,” tegas beliau.

Baca Juga: Mengisi Ramadhan Sadar Sebagai Pengusung Mega Proyek Kehidupan

Dalam kata yang lain beliau ingin setiap kader Hidayatullah dan kaum Muslimin secara umum tidak memandang ibadah harian sebatas telah terlaksana, tetapi membekas, mendatangkan daya dorong tinggi untuk hidup lebih bermanfaat.

“Harus ada semangat menjadikan hidup ini baqiyatus sholihat (amal kebaikan yang terus-menerus, abadi),” ungkap beliau menambahkan.

Mega Thinking

Benar bahwa sebagai umat akhir zaman ada banyak keterbatasan dari sisi kekuatan spiritual.

Namun, bagaimanapun pemahaman kita akan tanggung jawab kehidupan tidak sama dengan pemahaman Rasulullah SAW, kita harus terus komitmen mengikutinya.

Soal sholat, doa kita sudah terucapkan di lisan. Tetapi apakah dia terpatri di hati, terpahat di hati, tercelup di hati?

“Coba renungkan kalau kita sholat, mulut kita sudah komat kamit, baca doa-doa dalam sholat, setelah itu salam.

Kemudian apa yang terasa, apa yang tertangkap. Kalau tidak ada yang terasa dan tertangkap berarti (bacaan doa itu) tidak ada di hati. Dia lisan saja. Tidak sampai, sampainya di lisan saja,” urainya.

“Sholat yang begitu tidak melahirkan semangat berpikir,” imbuhnya.

Idealnya sebagaimana ibadah dan tanggungjawab mestinya hadir pemikiran.

“Mesti melahirkan mega thinking namanya,” jelas beliau.

“Mesti melahirkan berpikir besar,” sambungnya.

Saat kita mengucapkan “Allahu Akbar” apakah dari hati, kemudian apakah melahirkan pemikiran besar. Atau hanya pekikan belaka?

“(Padahal) Ini semua ucapan-ucapan doa ini akan berpengaruh. Kalau itu semua terpatri di hati dengan kesadaran sebagai hamba Allah.

Pikiran kita harus diisi dengan kesadaran tanggung jawab,” tegasnya.

Kekuatan Hati

Paparan KH. Abdurrahman Muhammad seperti jembatan bisa jadi alat kita semakin mudah memahami, mengapa dahulu orang-orang bisa berkarya hebat, dalam hal tulisan, kepemimpinan bahkan peradaban.

Dan, setiap capaian besar, memang tidak bisa kita pisahkan dari sholat.

Baca Lagi: Menikmati Aktivitas Kebaikan

Muhammad Al-Fatih misalnya, ia sukses menaklukkan Konstantinopel karena amalan sholat yang terawat dari sejak baligh pertama kali. Bahkan sampai pada level konsisten sholat Tahajud.

Abu A’la Al-Maududi menerangkan dalam kitab “Nahnu wal Hadharah Al-Gharbiyah” bahwa kekuatan sejati umat Islam adalah pada hati nurani.

“Kekuatan umat yang sebenarnya bukanlah terletak pada kekuatan militernya, kehebatan senjatanya, ataupun pada loyalitas tentaranya, akan tetapi kekuatan suatu umat adalah kekuatan jiwa (hati nurani) yang mampu menyibak alam.”

Jadi, pesan KH. Abdurrahman Muhammad benar-benar penting, urgen dan sangat strategis.*

Mas Imam Nawawi

Related Posts

Leave a Comment