Malam ini, kembali saya harus mengulas tentang Permendikbud Ristek No. 30 Tahun 2021 yang sempat menguras energi bangsa dan negara.
Hal ini karena adanya Diskusi Nasional Lintas OKP dengan tema “Paradigma Permendikbud Ristek No. 30: Pancasila vs Liberalisme?” yang digelar oleh LIngkar Dakwah Mahasiswa Indonesia (21/11) malam.
Saya yang berkesempatan memberikan paparan pada sesi pertama itu langsung menukik pada sisi substansi mengapa permen itu ditolak oleh sebagian besar masyarakat.
Pasal 5 ayat 2 huruf b mengatur bahwa “memperlihatkan alat kelaminnya dengan sengaja tanpa persetujuan korban.”
Frasa itu (persetujuan korban) dapat diubah menjadi “memperlihatkan alat kelaminnya dengan sengaja kepada korban.”
Baca Juga: Muhasabah Politik Umat
Logikanya sederhana, mana ada korban menyetujui sebuah tindakan kejahatan yang dilakukan orang lain terhadap dirinya. Jadi, ada problematika berpikir yang amat jelas di sini.
Kalau kembali pada judul yang dibuat LIDMI, itulah cara berpikir liberal, dimana hidup tidak harus diikat oleh norma agama.
Diam-diam
Mengapa masyarakat dan beragam ormas menolak secara terang Permen Dikbudristek No 30 Tahun 2021 tidak lain karena hal itu menciderai nilai dan budaya kehidupan kita di dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Selain itu, secara filosofis hal itu bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.
Di sisi lain, proses dari dibentuknya Permen tersebut dinilai banyak pihak tidak memenuhi asas keterbukaan dalam proses pembentukannya.
Dalam bahasa Adian Husaini, “Tidak terpenuhinya asas keterbukaan tersebut terjadi karena pihak-pihak yang terkait dengan materi Permen Dikbudristek No 30 Tahun 2021 tidak dilibatkan secara luas, utuh, dan minimnya informasi dalam setiap tahapan pembentukan.
Hal ini bertentangan dengan Pasal 5 huruf g Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang menegaskan bahwa pembentukan peraturan perundang-undangan (termasuk peraturan menteri) harus dilakukan berdasarkan asas keterbukaan.”
Jadi, sebuah peraturan apalagi menyangkut kehidupan masyarakat, sudah semestinya tidak dilakukan secara sembunyi-sembunyi atau diam-diam.
TIngkatkan Kepedulian
Hadirnya fakta di atas harus menjadi catatan penting kaum muda negeri bahwa negeri ini pernah dihebohkan oleh sebuah aturan yang menabrak nilai moral dan kepatutuan dalam budaya Timur.
Langkah yang harus dilakukan oleh kaum muda adalah meningkatkan kepedulian. Caranya adalah dengan terus mempertajam kemampuan menderivasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, sehingga setiap ada aturan baru, kita bisa langsung memfungsikan radar nurani dan moralitas kita semua.
Baca Lagi: Walau pun Menteri, Peraturan Harus Indahkan Pancasila dan Agama
Terakhir adalah memperkuat budaya literasi dan diskusi. Apa yang dilakukan LIDMI sejauh ini yang dimoderatori Bang Asrullah, MH adalah sangat positif dan harus dikuatkan bersama.
Sebab dengan cara itu, masyarakat dan pemerintah dapat melihat, bahwa masih ada kesadaran moral di dalam diri sebagian anak muda bangsa, yang sudah seharusnya mereka (pemangku kebijakan) bersyukur dan memberikan penghargaan secara proporsional dan memadai.*