Arnold Toynbee dalam bukunya “A Study of History” pada 1934 mengatakan bahwa yang bisa membangun peradaban adalah kelompok kecil yang kreatif (creative minority). Kecil itu paling kecil dalam skala kelompok cukup dua orang. Artinya, kita bisa diskusi ilmu, merancang masa depan dengan ide yang konstruktif, melalui perbincangan ringan dengan teman.
Kenapa menunggu sampai satu gedung didirikan? Sampai seribu, sejuta, bahkan ratusan juta orang berhimpun?
Sayangnya banyak orang kalau kumpul berdua, apalagi teman lama, kebanyakan isinya kurang nuansa ilmu. Nostalgia boleh, tapi seharusnya tidak berlama-lama. Ngobrolin masalah silakan, tapi jangan jatuh hanya bisa menilai orang baik atau sebaliknya.
Panduan Islam itu ringkas dan jelas kok. “Berkata baik atau diam.”
Baca Juga: Tuhan Begitu Mesra dengan Kita
Nah, daripada dua orang bertemu dan tidak menghasilkan obrolan ilmu, lebih baik sekarang kita ubah. Ketemu siapapun, mulailah untuk berbincang yang bermanfaat, syukur-syukur menambah semangat belajar, mencintai ilmu dan seterusnya.
Hasilkan Ide
Ngobrol dengan teman, usahakan menghasilkan ide, syukur-syukur pergerakan langsung.
Beberapa momen obrolan ringan saya sama Kang Maman dan teman-teman BMH lainnya bisa jadi referensi.
Selepas buka puasa Ramadhan 1445 H di Ciputat, Kang Maman, saya dan teman-teman TBM duduk ngobrol. Salah satu temanya adalah membahas soal kekeringan dan kebutuhan air bersih masyarakat di Tangerang, tepatnya yang ada di sekitar TBM.
Masalah itu menghasilkan satu ide, yuk bikin sumur bor. Insha Allah tidak lama lagi, sumur bor itu akan kita realisasi.
Nah, dalam skala lebih mendasar, Toynbee juga mendorong manusia seperti itu.
“Ide dan metode untuk menghadapi tantangan suatu masyarakat berasal dari minoritas kreatif. Ide dan metode yang dikembangkan oleh minoritas kreatif ini kemudian ditiru oleh mayoritas. Oleh karena itu, ada dua langkah penting dan terpisah dalam menghadapi tantangan: pembentukan ide dan peniruan/adopsi ide-ide tersebut oleh mayoritas. Jika salah satu dari kedua proses tersebut berhenti berfungsi, maka peradaban akan runtuh,” begitu Toynbee menjelaskan.
Ada ide, kemudian disusul metodi lalu terus orang kembangkan dalam skala terbatas, begitu berhasil yang lain akan mengikuti.
Jadi mulai sekarang jangan memandang perubahan selalu dari kekuatan besar. Perubahan itu bisa kita mulai sekarang, mulai detik ini, salah satunya dengan tidak ngobrol kecuali melahirkan kebaikan-kebaikan.
Jangan Malas
Akan tetapi hal yang mudah untuk kita mulai justru kebanyakan orang merasa susah.
Baca Lagi: Bersemangatlah dalam Berkarya
Sekarang ngobrol itu dimensinya sangat luas. Bukan hanya bercakap-cakap berhadapan wajah secara langsung, seperti di cafe. Tetapi juga bisa melalui Whatsapp.
Akan tetapi kebanyakan orang malas, apalagi isinya bacaan: entah artikel atau pun tulisan jenis lainnya.
Jika kita malas membaca, maka hasilnya kita tidak akan tumbuh. Karena orang malas biasanya merasa tidak butuh, merasa sudah tahu dan merasa membaca itu tidak ia butuhkan.
Akibatnya banyak grup WA sepi. Kalau rame biasanya untuk lucu-lucu atau kadang-kadang bahas hal bombastis tapi cenderung hoax.
Tetapi tidak semua orang memang nyaman diskusi melalui WA. Akan tetapi bukan soal dengan cara apa kita ngobrol. Tetapi ngobrol sekarang sudah luas bentuknya.
Hanya saja kalau orang malas, biar bercakap-cakap langsung pun akan sama.
Ia cenderung kwalahan (tepatnya enggan) menangkap ide dari lawan bicara. Akibatnya obrolan seperti radio yang gagal menangkap frekwensi penyiar, tidak enak terdengar dan terasa mengganggu. Kalau kondisinya terus begitu, lalu bagaimana bermimpi punya ilmu dan maju?
Apakah akal ini terus kita biarkan membeku dan lisan berbicara yang tak jelas faedah dan arah?*