Home Artikel Derasnya Aliran Ilmu
Derasnya aliran ilmu

Derasnya Aliran Ilmu

by Imam Nawawi

Derasnya aliran ilmu, itulah yang saya rasakan dalam beberapa hari terakhir ini. Terlebih kemarin, usai mendapatkan nasihat dari KH. Abdurrahman Muhammad, saya langsung mendapat kesempatan mengikuti dialog interaktif dengan Lim Jooi Soon.

Pesan dari KH. Abdurrahman Muhammad menekankan pentingnya kita memahami kebaikan lalu menikmati setiap amal kebaikan.

Sedangkan Soon mendorong kita memiliki kepercayaan diri dalam dakwah lengkap dengan tahapan dari sisi pemikiran, hingga pendekatan budaya yang penting mendapatkan perhatian.

Baginya dakwah bukan soal fiqh belaka, tetapi juga tentang logika atau mindset akidah. 

Benar Islam membahas babi haram, tetapi memahamkan Islam dengan hanya tentang hal itu, membuat orang tidak mudah memahami Islam. Karena konsep najis, haram dan sebagainya bukan pemahaman umum manusia. 

Itu adalah konsep yang umat Islam pahami dan baru bisa kita sampaikan kepada mereka yang mendapat hidayah.

Baca Juga: Menikmati Aktivitas Kebaikan

Lebih jauh karena Islam adalah agama dakwah, Soon mendorong umat Islam Indonesia, terutama kader Hidayatullah mau membuka diri, melakukan dialog bahwa Islam adalah jalan kebenaran. Satu cara yang ia sarankan adalah dengan melakukan pertukaran kultur (budaya).

Hakikat Dakwah 

Apabila kita mau mencermati dakwah sebenarnya bukan soal ceramah di hadapan orang banyak. Itu bagian dari dakwah. 

Prof Moh Ali Aziz, M.Ag  dalam buku “Ilmu Dakwah” edisi revisi menegaskan bahwa dakwh bukan semata itu. Sebab dakwah bukan hanya milik ulama dan tokoh agama.

Siapapun yang beragama Islam bisa berdakwah. Ia mencontohkan seorang pendakwah bernama Muntako, seorang pekerja dari Semarang yang mengadu nasib di Inggris.

Ia kurus kering, puasa dengan bekerja siang hari dan malam bermasyarakat. Kita tahu Inggris utamanya London adalh tempat orang gila main bola.

Siang hari dengan bibir kering, ia berangkat bekerja dan baru pulang menjelang waktu sahur.

Ia bekerja berat karena ingin memberi kehidupan yang layak bagi keluarga di Tanah Air. Bahkan ia rela hidup sangat ekonomis agar bisa sedekah kepada orang tua, janda dan anak-anak yatim di kampungnya.

Ia bahkan membeli sebidang tanah untuk panti asuhan yatim dan fakir miskin. Kelak ia kembali ia bisa banyak bermanfaat bagi sesama.

Padahal dalam kacamata umum, Muntako tak lebih dari orang yang perlu kita bantu. Tetapi dengan apa yang ia lakukan, ia telah berdakwah. 

Walaupun Muntako tidak ceramah atau menjadi tokoh agama.

Ayo Semua

Berdasarkan sekelumit kisah dari dua narasumber itu maka kita semua punya kesempatan yang sama dalam dakwah. Jadi ayo semua kita berdakwah.

Mulai dari tersenyum kepada sesama. Membantu apa yang mereka butuhkan, walau hanya berbagi sinyal smartphone.

Berikan jawaban yang lemah lembut setiap saudara bertanya. Bahkan terhadap anak dan istri ajak mereka untuk mencintai ilmu bahkan kita berikan teladan terbaik.

Baca Lagi: Saling Hubung

Jika umat Islam sadar bahwa agama ini adalah agama dakwah, insha Allah mereka akan memiliki keluasan hati daripada kesempitan pikiran.

Karena dakwah itu merangkul. Merangkul butuh energi, jangkauan pikiran dan hati yang tak bisa hadir dalam hati dan akal yang tahunya hanya tentang kesenangan diri semata.*

Mas Imam Nawawi

 

Related Posts

Leave a Comment