Selasa, 19 Oktober 2021 ketika saya masih di Aceh Besar, perjumpaan dengan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sholahuddin Sandiaga Uno (SSU) di Pesantren Hidayatullah Lhoknga memberi kesan tersendiri. Pria yang kini akrab di sapa Mas Menteri Sandiaga Uno itu benar-benar menginspirasi hadirin.
Bukan karena SSU semata-mata menteri, tetapi karena ada kesamaan sejarah tentang tempat usaha beliau di bidang tambang di area Kutai Kartanegara. Mas Menteri (biasa begitu SSU disapa) dengan saya sama-sama tahu dan pernah berada di beberapa lokasi di Kutai Kartanegara.
“Anda dari mana?” begitu Mas Menteri bertanya, ketika kita sama-sama duduk di mushola pesantren sembari menanti kumandang adzan Maghrib.
Baca Juga: Le Parle Covidnomics
“Saya dari Kutai Kartanegara, Mas Menteri,” jawabku singkat.
“Loh… Anda di Tenggarong,” tanyanya lebih lanjut.
“Benar, Mas Menteri,” jawabku singkat.
“Saya pernah di sana, saya kok lupa nama daerahnya, ya,” ucapnya sembari coba mengignat dengan segera.
Saya pun coba membantu dengan menyebutkan beberapa nama tempat, seperti Kota Bangun dan Senoni. Mas Menteri bilang bukan itu.
Saya pun sebutkan tempat dimana saya dan orangtua saya dulu pernah tinggal, yakni Jonggon.
“Jonggon, Mas Menteri,” kataku coba membantu lagi.
“Nah……….., bener, Jonggon,” ucapnya sembari tersenyum lebar di balik masker hitamnya yang berlogo Wonderful Indonesia.
Tak lama kemudian beliau menyebut Loa Kulu, Loa Janan, Loa Duri.
“Satu lagi, ada, ada, apa, ya. Kok lupa lagi,” ucapnya sembari memegang kepala yang menggunakan songkok khas Aceh.
Saya pun coba mengingat lagi, deretan nama daerah dari Loa Janan sampai Loa Kulu. Begitu ingat satu tempat, saya pun berkata. “Jembayan, Mas Menteri.”
“Nah…. Jembayan,” seketika Mas Menteri tertawa dengan telunjuk mengarah ke saya tanda gembira karena berhasil mengingat nama tempat usahanya.
Mas Menteri ternyata tidak berhenti meluncurkan pertanyaan.
“Anda lahir di Tenggarong?”
Saya jawab jelas dan singkat, “Tidak. Mas Menteri. Saya lahir di Jember.”
Mendengar itu Mas Menteri kembali tertawa sembari mengangkat kembali telunjuknya ke arah saya.
“Hahaha…..,” ucapnya gembira.
Dalam hati Mas Menteri mungkin melintas pikiran, orang Indonesia memang luar biasa, lahir dimana, sekolah dimana, tinggal dimana.
Strategi 4 as
Tidak lama dari obrolan singkat itu, adzan dikumandangkan. Kemudian kami sholat Maghrib berjama’ah dilanjut sholat jama’ qashar. Mas Menteri bertindak sebagai imam dengan makmum seluruh jajaran Kemenparekraf Provinsi Aceh. Saya pun ikut di belakangnya.
Ketika seluruh rangkaian ibadah wajib telah ditunaikan, saya pun memimpin forum dengan bertindak sebagai master ceremony. Ketika saya awali dengan ungkapan doa untuk Mas Menteri, semua hadirin dengan antusias mengucapkan “aamiin.”
Sepertinya semua sangat senang dengan kehadiran Mas Menteri. Terlebih baru kali ini Pesantren Hidayatullah Aceh Besar didatangi menteri, sehingga ini benar-benar luar biasa bagi santri dan warga pesantren.
Kala memaparkan motivasinya di hadapan santri dan warga, termasuk Pak Keucik (Kepala Desa) Desa Nusa, Mas Menteri menyampaikan strategi suksesnya dalam menjadi pengusaha. Yaitu strategi 4 as.
“Strategi 4 as itu adalah, kerja keras, kerja cerdas, kerja tuntas dan kerja ikhlas,” ungkapnya.
“Kita harus biasa bekerja keras, kemudian bekerja cerdas, lalu bekerja tuntas dan bekerja ikhlas. Insha Allah akan berhasil dengan idzin Allah,” lanjutnya.
Semangat Santri
Interaksi yang lumayan panjang di mushola sederhana dengan desain diniding 1 meter dari permukaan lantai pada sisi kanan, kiri dan depan itu ternyata membakar semangat santri dan santriwati. Ada empat santri yang bertanya kepada Mas Menteri.
Mereka bertanya tentang bagaimana kiat sukses menjadi pengusaha lalu menjadi menteri. Bagaimana sehari-hari Mas Menteri menjalani kehidupan. Lalu bagaimana langkah-langkah menjadi pengusaha sukses.
Kemudian ada yang bertanya tentang program Santri Digitalpreneur apakah santri di Aceh Besar juga bisa ikut, yang langsung dijawab singkat oleh Mas Menteri, “Bisa.”
Momentum itu tentu biasa bagi Mas Menteri, karena memang sebagai abdi negara sebagai menteri beliau biasa bertemu dengan banyak pihak, termasuk generasi muda dan santri.
Baca Lagi: Singgah ke Kota Sabang
Tetapi tidak bagi para santri yang baru pertama ketemu Mas Menteri. Mereka pasti akan sangat terkesan dan tentu terdorong untuk lebih semangat lagi ke depan dalam belajar dan beramal untuk menjadi manusia yang bermanfaat.
Manusia yang bermanfaat seperti kata Mas Menteri, tak harus menjadi menteri semata, tetapi juga harus ada yang bercita-cita menjadi pengusaha.
Seperti diri Mas Menteri yang pernah kena PHK, lalu jatuh namun bangkit lagi dan kini memiliki 30.000 lebih karyawan di seluruh Indonesia.
Pesannya, kalau mau sukses harus berani gagal. “Jatuh 10 kali kita harus bangkit 11 kali,” ucapnya yang disambut pekikan takbir seluruh hadirin.*