Home Berita Coldplay, Ekonomi dan Suara Ulama
Coldplay, Ekonomi dan Suara Ulama

Coldplay, Ekonomi dan Suara Ulama

by Imam Nawawi

Rencana konser Coldplay menuai kontroversi. MUI secara tegas menidakkan. Karena tidak memberikan benefit dari sisi akhlak yang terkandung dalam konstitusi. Sementara Sandiaga Uno menatap konser Coldplay itu peluang ekonomi.

Sandiaga mengatakan konser itu mendedel peluang usaha dan dapat memudahkan tercapainya target berupa perangkuhan lapangan kerja.

“Sejumlah 4,4 persen lapangan kerja bisa tercapai, kami sangat yakin,” kata Sandiaga sebagaimana rilis media.

Baca Juga: Melecehkan Pancasila?

Sementara itu Wakil Ketua Umum MUI Anwar Abbas menilai konser musik Coldplay pada 15 November 2023 di GBK itu inkompatibel dengan Pancasila dan UUD 1945, terutama Pasal 29 ayat (1).

“Dalam konstitusi negara kita Pasal 29 ayat (1) UUD 1945 jelas dikatakan Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Artinya, tidak boleh ada di kegiatan yang kita lakukan di negeri ini yang bertentangan dengan ajaran agama,” ujar Anwar dalam keterangan tertulis yang KompasTV lansir.

Timbang Prioritas

Masalah ini memerlukan timbangan prioritas yang menyeluruh.

Secara kasat mata cukup tegas, timbangan konstitusi harus lebih kita utamakan daripada aspek ekonomi. Toh, aspek ekonomi bisa berlangsung dengan cara yang lain, tidak mutlak harus berupa konser Coldplay.

Kemudian secara dampak, tercapainya target ekonomi pun masih bersifat relatif. Sementara kalau dampak destruktif maka itu tidak mudah untuk memperbaikinya. Idealnya bagaimana ekonomi maju dan akhlak juga tidak mundur.

“Untuk itu saya menghimbau kepada Menteri Sandiaga Uno agar tidak melanjutkan rencananya karena hal demikian jelas-jelas bertentangan dengan pancasila dan UUD 1945 terutama pasal 29 ayat 1 dan hal demikian juga jelas akan merusak akhlak dan moralitas dari anak-anak bangsa dan hal demikian tentu saja tidak kita inginkan,” kata Wakil Ketua Umum MUI, Anwar Abbas kepada tvOnenews, Jumat (19/5/2023), seperti berita dari tvonenews.com.

Politik

Ketika seorang ulama sekelas Buya Anwar Abbas bersuara maka sebenarnya itu masalah bukan biasa.

Dari sini kita sebagai rakyat harus mulai cerdas.

Apakah suara ulama ini akan jadi perhatian dan pertimbangan untuk mengutamakan aspek moral anak bangsa daripada ekonomi atau sebaliknya. Kita lihat ke depan.

Baca Lagi: Islam dan Pancasila, Ini Pandangan Tajam Gus Hamid

Jika ternyata suara ulama terkalahkan oleh hasrat ekonomi, berarti suara ulama mereka abaikan.

Padahal, setiap jelang pemilu, para tokoh politik rajin sekali silaturahmi ke pesantren dan kyai.

Dalam kata yang lain, umat dan ulama harus bersatu, bagaimana suara kebenaran tetap pejabat perlukan, baik sedang menjelang pemilu atau pun ketika mereka yang naik sebagai pejabat menjalankan tugas mengelola negara ini.

Dari kasus ini kita harus belajar, jangan sampai ulama dan pesantren jadi favorit kunjungan jelang pemilu. Tetapi selanjutnya mereka yang komitmen pada moral diabaikan begitu saja suaranya, hanya karena alasan ekonomi.*

Mas Imam Nawawi

 

Related Posts

Leave a Comment