Walau banyak lagu menggambarkan cinta adalah rasa bahagia wanita dan pria, namun cinta bukan hanya hal seperti itu. Seperti matahari, tak satupun yang bisa mengatakan, sinarnya hanya untuk makhluk tertentu. Semua berhak mendapatkan hangatnya sinar mentari. Karena itu cinta juga bisa tentang mental, maju terus dalam kebaikan.
Pesan Nabi SAW jelas, siapa yang hari ini lebih baik dari kemarin, ia beruntung. Dan, itulah yang kita sebut dengan maju terus. Selalu ada keberuntungan hakiki yang kita peroleh dalam perjalanan hari demi hari.
Baca Juga: Inilah Kunci Sukses Setiap Anak
Hal itu akan semakin mudah, menyenangkan dan membahagiakan kita lakukan, jika dasarnya adalah iman. Cinta yang tumbuh dari ladang iman yang luas membentang, pasti akan tumbuh dan berkembang dengan sangat baik. Akarnya menghujam ke dalam bumi, cabangnya menjulang ke langit. Kokoh benar-benar tak tergoyahkan.
Progres
Cinta untuk maju terus dalam kebaikan adalah generator penghasil kemajuan (progres).
Seperti turbin yang mendorong air menghasilkan energi maksimal untuk munculnya kekuatan listrik.
Jadi, siapa yang tidak ada capaian progresifitas dalam kehidupannya, itu bisa kita pastikan karena memang tidak ada rasa cinta untuk maju terus dalam kebaikan.
Orang seperti itu mudah sekali terdistraksi oleh banyak hal yang mengelilinginya, seperti hape atau apapun lainnya. Ia tidak memiliki titik fokus, karena itu ia tidak tahu apa yang penting untuk diurus.
Saat itu terulang, setiap saat, setiap hari, maka muncullah kebiasaan. “Kebiasaan adalah rutinitas,” kata James Clear dalam “Atomic Habits”. Rutinitas itu bahkan berjalan secara otomatis.
“Kita semua berhadapan dengan kemunduran, tapi dalam jangka panjang kualitas hidup kita sering kali bergantung pada kualitas kebiasaan kita,” imbuh Clear.
Jadi, kalau ingin maju terus dalam kebaikan, pastikan ada progres yang bisa kita capai.
Dan, untuk mendapatkan itu, kita tak perlu mengubah pekerjaan malam di siang hari. Apalagi sekali mencoba langsung sukses berkali-kali. Artinya, sesuaikan saja dengan keadaan, kemampuan diri dan lain sebagainya. Satu hal yang pasti lakukan setiap saat, perlahan-lahan dan konsisten.
Kemudian, kesadaran yang harus tumbuh dalam diri, progres butuh proses. Jadi, nikmati hari-hari perjuangan dengan fresh bukan stres.
Kebaikan Apa Hari Ini?
Selalu hadirkan pertanyaan setiap bangun tidur, kebaikan apa hari ini yang bisa saya lakukan.
Langkah ini kata Mas Reza Indragiri membuat jiwa selalu pada performa terbaik. Karena orang yang punya niat berbuat baik dengan hanya mendapatkan duit itu kondisinya sangat jauh berbeda.
Orang yang berniat mencari kebaikan akan selalu on dan siaga dalam menangkap kebaikan-kebaikan. Jaringannya terjaga, bahkan semakin luas, karena ia melihat orang bukan lagi tentang berapa uang yang bisa saya dapatkan. Akan tetapi apa manfaat yang bisa saya berikan ketika orang ini mengenal saya.
Untuk sampai pada level mampu menghadirkan pertanyaan seperti itu, kata Gus Baha, jiwa harus terus dilatih untuk mengenal Allah dengan baik.’
Jika benar isi dadamu
Tak akan badai merusak
Apalagi sebatas ucapan semu
Teguh keyakinanmu sebagai pasak
Dasar Energi
Suatu waktu, seorang ulama mendapat panggilan dari tetangga untuk mendatangi rumahnya. Ulama itu mengikuti panggilan itu dan datang ke rumah tetangganya. Namun setiap tiba, sang ulama selalu disuruh pulang. Kejadian itu berlangsung sebanyak 3 kali.
Baca Lagi: Seni Menerima Kenyataan
Namun, sang tetangga keheranan. Mengapa ulama itu tidak marah mendapat perlakuan yang sifatnya “ngerjain” seperti itu.
Penasaran, tetangga itu bertanya. “Ya, syaikh mengapa anda tidak marah?”
“Semua itu kulakukan karena perintah Allah. Memenuhi panggilan tetangga itu perintah Allah, berbuat baik kepada tetangga itu perintah Allah. Jadi, saya melakukan itu tidak ada hubungannya dengan Anda,” sang Syaikh memberikan argumennya.
Dalam kata yang lain dasar energi untuk terus komitmen dan konsisten dalam melakukan kebaikan adalah niat karena Allah. Tanpa itu, orang akan menghitung-hitung. Kalau saya berbuat baik kepada A, A itu tidak menguntungkan saya. Jadi, semua semata-mata karena kepentingan diri. Inilah sebab manusia menjadi enggan melakukan kebaikan. Apalagi kebaikan atas dasar cinta.*