Home Artikel Cinta dan Politik
Cinta dan Politik

Cinta dan Politik

by Imam Nawawi

Rakyat kini telah melihat siapa tokoh yang akan maju sebagai Capres dan Cawapres. Ada Anies dan Cak Imin, kemudian Ganjar dan Mahfud MD dan Prabowo-Gibran. Tentu saja masing-masing akan memiliki basis suara yang memberikan cinta kepada masing-masing capres. Lalu bagaimana kita menempatkan cinta dan politik?

Perlu kita garis bawahi, bahwa per pemilu 2024, politik tidak boleh lagi menjadikan kita satu sama lain, berhadap-hadapan layaknya musuh. Kalau kontestan yang musuh-musuhan, biarkan saja. Rakyat biasa tidak perlu sampai ke zona yang tidak ada untungnya sama sekali itu.

Cinta adalah bagian dari fitrah manusia. Dalam relasi berpasangan, cinta dapat menguatkan imun dalam tubuh seseorang. Jadi, suami istri sangat bagus kalau sering mengatakan, “I Love You.”

Dalam pergaulan, cinta juga wajar. Bahkan Nabi SAW mendorong seseorang kala itu untuk menyatakan cintanya kepada orang yang dicintai.

Dari Anas ra, bahwasanya ada seorang laki-laki di sisi Nabi SAW lalu ada seorang laki-laki lainnya melintasinya.

Orang yang berada di dekat Nabi berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku mencintai orang ini.” Maka Nabi berkata kepadanya, “Apakah engkau sudah memberitahukan kepadanya? “Belum,” jawab orang itu.

Maka beliau bersabda, “Kalau begitu beritahukan kepadanya.”

Baca Juga: Cinta Sejati

Lantas dia langsung menemuinya seraya mengatakan, “Sesungguhnya aku mencintaimu karena Allah. Lalu orang itu berkata, Semoga engkau dicintai oleh Rabb yang telah membuatmu mencintaiku karena-Nya.” (HR. Abu Dawud).

Politik

Lantas bagaimana dengan politik?

Politik (terutama belakangan ini) tak seperti kehidupan sehari-hari rakyat. Seorang pemimpin bisa saja pindah partai kapan saja, melupakan janji sesuka hati dan mengutamakan pemodal dari pada rakyat yang telah loyal.

Namun, politik tidak sama dengan politisi. Artinya, akan masih ada, sosok-sosok politisi yang memang terjun ke alam politik dengan niat baik dan telah teruji mampu memimpin dengan kebaikan yang nyata.

Oleh karena itu kalau kita hubungkan kata cinta dengan politik, maka labuhkanlah cinta itu kepada politisi yang paham apa itu politik untuk kesejahteraan rakyat.

Ciri politisi yang seperti itu mudah. Pertama, dia senang dengan kritik dari rakyat. Karena kritik rakyat kepada pejabat itu adalah cinta agar sang pemimpin tak keluar jalur dan menyimpang.

Kedua, pemimpin yang mencintai rakyat dia lebih banyak bekerja daripada mengumbar kata-kata atau bercerita perihal proyek yang tampak raksasa tapi menyiksa keuangan negara.

Nasihat Pythagoras

Pythagoras (570-495 SM) pernah mengatakan, “Jangan katakan hal yang kecil dengan banyak kata, tapi katakanlah hal yang besar dengan sedikit kata.”

Nasihat itu saya kira relevan untuk mendudukkan cinta dan politik secara tepat.

Baca Lagi: Jangan Hidup Tanpa Visi, Rugi Besar

Perhatikan mana-mana politisi yang pandai bercakap tapi tidak cakap dalam bekerja. Kemudian awasi mana pemimpin yang mampu bekerja dengan tidak mengundang kerugian di masa depan.

Tentu saja, dalam hal ini rakyat harus intens membaca, dialog dan diskusi. Hal itu mutlak kita perlukan karena bagaimanapun alam demokrasi akan menyerap cinta rakyat dalam bentuk memilih kandidat pemimpin.

Cukuplah tahun-tahun politik sebelum ini menjadi pelajaran. Bahwa cinta dalam politik yang tidak dilandasi ilmu hanya akan menimbulkan sengsara bagi rakyat kecil dan kecewa luar biasa bagi ibu pertiwi.*

Mas Imam Nawawi

Related Posts

Leave a Comment