Home Artikel Catatan untuk Dunia Pendidikan

Catatan untuk Dunia Pendidikan

by Imam Nawawi

Catatan untuk dunia pendidikan tampaknya lebih relevan untuk menjadi prioritas perhatian kita semua. Karena pemimpin hari ini (secara kualitas dan integritas) adalah buah dari pendidikan masa lalu.

Jika hari ini kita sebal dengan perilaku sebagian pemimpin yang ada, maka itu karena praktik pendiidkan masa lalu yang busuk. Kita boleh tidak sependapat, tapi ini hanya sisi logika semata.

Dalam kata yang lain, jika tidak ada upaya mengubah wajah dunia pendidikan hari ini, maka masa depan Indonesia juga tidak akan banyak berubah.

Saifur Rohman dalam opini “Profesor Doktor Koruptor” pada Kompas Edisi 26 Agustus 2022 menerangkan bahwa semua telah ada dari sisi aturan, satu-satunya yang tidak ada adalah bagaimana integritas dibangun, termasuk pada sosok ilmuwan.

“Karena itu, sebagai rekomendasi, pemerintah perlu kembali merancang kebijakan yang berorientasi pada pengembangan nilai-nilai integritas ilmuwan,” tulis Saifur Rohman.

Baca Juga: Bangun Kesadaran Menulis Pegiat Pendidikan

Lebih lanjut Pengajar Program Doktor Bidang Filsafat Universitas Negeri Jakarta itu mengingatkan semua pihak bahwa perguruan tinggi adalah penjaga moral publik.

“Para ilmuwan di perguruan tinggi wajib memiliki integritas moral sebelum mengajarkan integritas individu kepada mahasiswa. Untuk itu perlu tindakan tegas dan menjerakan,” tegasnya mengakhiri naskah opininya.

Dari kasus ini orang mungkin ada yang bertanya-tanya, mengapa profesor begitu nista integritasnya. Bahkan belakangan sangat mudah orang mendapat gelar profesor. Ada apa dengan dunia pendidikan?

Terlalu Teknik

Indonesia tertinggal dalam teknologi itu tidak ada yang memungkiri. Tetapi kalau pendidikan hari ini terlalu teknik, maka akan hilang jati diri.

Sebab penguasaan teknologi tanpa keteguhan hati berupa iman kepada Ilahi juga tidak menghasilkan apa-apa selain kerusakan.

Lihat saja bagaimana hari ini buntut teknologi Barat merusak alam ini. Fritjof Capra dalam “Titik Balik Peradaban” menegaskan bahwa tidak ada keburukan peradaban seperti hasil dari pemikiran Barat sekarang.

Kita berada pada zaman tidak jelas. Banyak ekonom lahir setiap tahun dari kampus-kampus, tetapi kemiskinan menjadi semakin tidak teratasi.

Banyak dokter setiap tahun lulus dari perguruan tinggi, tetapi kesehatan tidak bisa benar-benar jadi milik masyarakat. Transaksi obat-obatan malah jadi kegemaran.

Tidak berlebihan kalau Prof. Naquib Al-Attas mengisbatkan bahwa problem pendidikan sekarang adalah hilangnya adab (loss of adab).

Akibat dari loss of adab ini adalah menyembulnya inferiority camplex (bisa kita artikan rasa tidak percaya diri akut), sehingga melihat bangsa lain selalu lebih unggul dari bangsa sendiri.

Padahal kemajuan teknologi dalam faktanya justru banyak menimbulkan masalah. Ini berarti pendidikan tetap butuh ruh (tentu dari agama), yang dengan itu teknologi juga bisa memendarkan nilai-nilai adab dalam kehidupan.

Khuluqun Adhim

Dalam sejarah Nabi Muhammad SAW, Allah merekam dalam Alquran, bahwa sosok putra Abdullah itu adalah pribadi yang berakhlak mulia (khuluqun adhim).

Kita tahu semua, Nabi Muhammad SAW adalah pribadi jujur sejak anak-anak. Ia bahkan mendapat gelar “Al-Amin” karena memang tidak pernah berkata dusta.

Sejarah itu seharusnya sudah mampu memutar reasoning perumus pendidikan di Indonesia bekerja dengan benar bahwa kejujuran adalah dasar terbaik dalam membangun pendidikan.

Tetapi apa boleh buat, semakin hari justru administrasi yang semakin “baik”. Pendidikan seakan semakin tercerabut dari substansi jiwa manusia: cinta kebenaran dan kejujuran.

Baca Lagi: Problem Besar Pasca Pendidikan Tinggi

Akibatnya manusia berubah pandangan hidupnya. Dari yang awalnya menjadikan iman sebagai sentral. Kini telah berubah kepada uang. Inilah pentingnya catatan untuk dunia pendidikan kita.

Selama menghasilkan uang, administrasi bisa dikondisikan dan jabatan serta kekayaan siap-siap masuk dalam kepalan. Siapa menghadang siap-siap untuk ditendang. Kalau sudah begitu, apa yang bisa kita harapkan untuk Indonesia masa depan?*

Mas Imam Nawawi

Related Posts

Leave a Comment