Home Kisah Cahaya di Nurul Hasna
Menulis adalah skill "terapan". Orang bisa saja pintar, suka membaca bahkan diskusi atau menjadi narasumber. Tetapi kalau tidak terbiasa, melatih diri menulis, ia tidak akan otomatis menjadi penulis yang baik

Cahaya di Nurul Hasna

by Imam Nawawi

Cahaya di Nurul Hasna, merupakan satu pengalaman unik dan menarik bagiku. Mungkin juga bagi para santri dan musyrifah di Nurul Hasna. Saya dengan full power berbagi tentang bagaimana bisa menulis dengan konsep penerapan membaca, reasoning dan merasa secara bersamaan.

Kegiatan itu berlangsung pada Sabtu, 19 Oktober 2024, bersamaan dengan suasana sejuk Kota Bandung. Tepatnya di Pondok Pesantren Tahfidz Qur’an Nurul Hasna, Hidayatullah Kota Bandung yang beralamat di Jl. Layar No. 5, Cisaranten Endah, Kecamatan Arcamanik.

Sebanyak 20 santri putri tampak merasa terinspirasi dan ingin segera bisa menulis.

“Mereka mengikuti kegiatan dengan penuh semangat dan antusias,” kata Kang Ajun, pembina Nurul Hasna yang mendampingi kegiatan itu.

Terapan

Menulis adalah skill “terapan”. Orang bisa saja pintar, suka membaca bahkan diskusi atau menjadi narasumber. Tetapi kalau tidak terbiasa, melatih diri menulis, ia tidak akan otomatis menjadi penulis yang baik.

Oleh karena itu menulis menurutku adalah skill terapan. Yakni kemampuan khusus yang melibatkan ketajaman membaca, kebaikan dalam penalaran, termasuk membingkai semua hal dalam sebuah model merasa yang membangun.

Jadi rumus kalau ingin cepat bisa menulis sangat sederhana. Pertama banyak membaca, membaca dengan berkualitas. Kedua, lakukan penalaran, tautkan bacaan kita dengan pemikiran orang, fakta sejarah ataupun kondisi faktual terkini. Ketiga, coba tingkatkan kemampuan kita dalam merasa.

Penting

Saya menerapkan penjelasan dengan metode itu karena inilah cara paling mungkin setiap orang bisa tertarik menulis dengna menyadari pentingnya membaca.

Kemudian, melihat semangat mereka selama pelatihan membuat saya merasa bahwa upaya menumbuhkan gerakan literasi di kalangan generasi muda, terutama para penghafal Al-Qur’an, adalah langkah yang sangat penting.

Baca Juga: Iman, Kunci Keberhasilan

Saya yakin, literasi tidak hanya tentang kemampuan membaca dan menulis, tetapi juga tentang memahami dan menginterpretasikan informasi dengan baik. Ini adalah bekal berharga bagi mereka untuk menjadi generasi yang lebih baik dan mampu berkontribusi secara nyata di masyarakat.

Saya pun memberikan pesan, setelah pengetahuan dan latihan kita lakukan, langkah berikutnya adalah harus berani mengekspresikan diri. “Jadilah generasi yang berani maju,” ungkapku kepada mereka.

Antusias

Selama pelatihan, saya melihat betapa para santri begitu proaktif dan antusias dalam mengikuti sesi-sesi yang saya pandu. Sebagai bentuk apresiasi, Kang Ajun bergerak memberikan tiga buah buku kepada santri yang menunjukkan semangat tinggi dan proaktif selama acara berlangsung.

Salah satu santri, Salma Sayyida, yang kini duduk di kelas 3 Madrasah Tsanawiyah (MTs), dengan gembira menyampaikan kepada saya bahwa ia sangat senang mengikuti pelatihan ini.

“Saya sangat senang dengan materi yang disampaikan, dan sekarang saya termotivasi untuk menulis buku sendiri,” ujarnya dengan penuh semangat.

Mendengar hal ini tentu menjadi kebahagiaan tersendiri bagi saya, karena itulah tujuan dari pelatihan ini: membangkitkan semangat menulis dan berkarya.

Melalui program ini, saya yakin BMH telah menunjukkan komitmennya dalam mencetak generasi penghafal Al-Qur’an yang tidak hanya unggul dalam hafalan, tetapi juga mampu berkontribusi melalui tulisan dan pemikiran yang bermanfaat bagi umat.

Pengalaman ini memberikan saya semangat baru untuk terus mendampingi dan mengembangkan potensi para santri penghafal Al-Qur’an agar mereka dapat menjadi generasi yang tidak hanya kuat dalam keilmuan agama, tetapi juga mampu menyalurkan pemikiran mereka melalui tulisan yang inspiratif.*

Mas Imam Nawawi

Related Posts

Leave a Comment