Home cerita Cahaya dari Balik Buku
Buku

Cahaya dari Balik Buku

by Imam Nawawi

Setiap pagi, Rizki memulai harinya dengan membaca buku. Jam enam tepat, ia sudah duduk di kursi kesayangannya.

“Buku adalah jendela dunia,” katanya dalam hati sambil tersenyum.

“Lebih jauh membaca buku memudahkan kita mau bersatu. Tidak terjebak kubu demi kubu, yang membuat kehidupan jadi kelabu,” Rizki menambahkan dengan angan-angan dalam pikirannya.

Rizki sangat menikmati setiap halaman yang dibacanya hingga waktu berlalu tanpa terasa.

Baginya, membaca bukan sekadar kegiatan, melainkan sebuah kebahagiaan yang langka ditemukan dari manusia seusianya.

Di usia tujuh belas tahun, banyak remaja lebih memilih main game atau bersosial media.

Namun, Rizki justru bangga bisa berbagi ilmu dari buku kepada teman-temannya.

Hingga suatu hari, datang seorang siswa baru bernama Huda ke kelasnya. Huda pindah dari Jakarta karena ayahnya ditugaskan di proyek penting di IKN.

Awalnya, Rizki hanya mengamati diam-diam. Namun, ia segera kagum pada kemampuan Huda.

Huda tak hanya fasih menyampaikan isi buku, tetapi juga mampu mengaitkannya dengan kehidupan nyata.

Suatu sore, Huda berbicara di depan forum masjid. Caranya berbicara begitu memukau dan penuh percaya diri.

Tak Sekadar Membaca Buku

Rizki pun bertanya-tanya, apa rahasianya?

“Bagaimana kamu bisa seperti itu, Huda?” tanya Rizki penasaran.

Huda tersenyum lalu menjawab, “Aku belajar dari Buya Hamka.”

Huda menceritakan tentang pemikiran Hamka dalam buku “Pribadi Hebat.”

Hamka menulis bahwa manusia tidak cukup hanya tahu buku, tetapi harus mengerti lapangan.

“Orang yang hanya mengandalkan teori disebut text book thinking,” kata Huda.

Dasar Kebijakan Gas 3 Kg

Ia melanjutkan, “Seperti kelangkaan gas 3 kg kemarin, mungkin penyebabnya adalah kurangnya pemahaman realitas sosial.”

Baca Juga: Literasi Kunci Mewarnai Dunia

Mendengar penjelasan itu, Rizki merasa tercerahkan.

“Jangan jadi orang yang hanya tahu teori, tapi juga pahami dunia nyata,” gumamnya.

Sejak saat itu, Rizki semakin bersemangat membaca.
Ia ingin menjadi pembaca yang mampu menjelaskan kebaikan dan kebenaran bagi orang lain.

Seperti rumput yang disentuh sinar mentari pagi, Rizki merasa hidupnya lebih cerah.

“Buku adalah awal, tapi dunia adalah tempat kita belajar,” tekadnya dalam hati.

Kini, Rizki tak hanya membaca untuk dirinya sendiri.

Ia mulai melihat dunia sebagai bagian dari pelajaran besar yang tak terbatas.

Huda pun menguatkan semangat Rizki, teman barunya yang sangat tekun membaca.

Kepada Rizki Huda berpesan, “Jangan jadi manusia buku. Tapi jadilah manusia yang membawa buku ke kehidupan nyata dengan ilmu dan kebijaksanaan.”

Masih melanjutkan, Huda berwasiat, “Ingat Nabi SAW mengingingkan kita menjadi pribadi bermanfaat. Semakin cerdas kita membaca dengan Iqra’ Bismirabbik, insya Allah kita akan bisa melahirkan manfaat luas. Kalau kamu ingin tahu apa itu Iqra’ Bismirabbik, kapan-kapan kita ke Pesantren Hidayatullah Gunung Tembak, ya.”*

Mas Imam Nawawi

Related Posts

Leave a Comment