Buatlah kebaikan sekarang! Mengapa harus begitu? Mari kita bahas perlahan-lahan.
Sebagai orang yang terus menulis untuk Laznas BMH, saya selalu menjadi orang pertama menerima kabar kebaikan dari teman-teman di seluruh Indonesia.
Selasa (12/11/24) ada dua berita menarik. Satu bercerita seorang mahasiswa yang giat kuliah dan juga dakwah. Kemudian seorang wanita yang menyerahkan lahan seluas 8.100 meter persegi untuk dibangun pesantren.
Mahasiswa itu harus jalan kaki setiap hari dari tempat tinggalnya ke kampus. “Tidak jauh, hanya 10 menit lamanya. Ya, itung-itung olahraga,” katanya.
Tetapi ia berjalan kaki juga kala harus mengajar Alquran kepada anak-anak di Parepare sana.
Ia memang tidak punya motor, sehingga mengandalkan transportasi moda kaki. Tetapi ia punya visi, punya nyali. Kemudian satu hal yang pasti ia punya kebaikan yang dilakukan setiap hari. Ia mengisi hari-harinya dengan kebaikan indah.
Pada sisi yang lain, berapa banyak anak muda yang setiap hari menghabiskan sebagian besar waktunya untuk sebatas resah. Resah yang tak membuatnya segera melakukan kebaikan. Resah macam apa itu?
Wakaf
Kita sekarang “terbang” ke Tebing Tinggi, Ibu Kota Kabupaten Serdang Bedagai di Sumatera Utara.
Sahabat saya mengirimkan data bahwa seorang ibu bersama keluarga besarnya telah berwakaf.
Wakaf tanah seluas 8.100 meter lengkap dengan masjid yang siap guna. Tak ada lagi yang perlu diperbaiki atau dilengkapi. Tempat wudhu, toilet, sudah ada. “Pembinaan warga sudah bisa segera kita mulai,” kata sahabatku menegaskan.
Ibu itu, dalam momen serah terima, menyampaikan sebuah harapan. “Semoga tanah wakaf ini menjadi pahala yang terus mengalir untuk kedua orang tua kami,” katanya.
Dalam kata yang lain, ibu itu langsung mengambil keputusan, berbuat baik, mengabdi kepada orang tuanya dengan wakaf. Sebagian orang mungkin sibuk memuja dan memuji ibunya dan ayahnya. Tetapi tidak segera melakukan kebaikan sekarang juga untuk mereka.
“Apabila manusia meninggal dunia, maka terputuslah semua amalnya kecuali tiga (macam), yaitu: sedekah jariyah (yang mengalir terus), ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendoakannya.” (HR Muslim).
Harta yang diwakafkan tetap utuh terpelihara, terjamin kelangsungannya dan tidak bisa hilang atau berpindah tangan.
Baca Lagi: Cinta untuk Maju Terus dalam Kebaikan
Karena secara prinsip barang wakaf tidak boleh ditasarrufkan (dijual, dihibahkan, atau diwariskan).
Ibn Jauzi
Ibn Jauzi berkata, “Buatlah kebaikan dan biarkan ia jatuh di mana pun jatuhnya. Jika ia jatuh pada ahlinya, berarti mereka adalah ahli kebaikan. Sementara itu, jika ia jatuh bukan pada ahlinya, berarti kamu adalah ahli kebaikan.” (Lihat buku Nyalakan Lilinmu karya Adham Syarqawi).
Pesan itu sederhana dan sangat mendalam. Jangan pedulikan bagaimana orang yang lupa akan kebaikan. Tugas kita adalah menanam kebaikan-kebaikan dari sekarang. Lakukan amal baik yang bisa kita laksanakan.
Sungguh kebaikan-kebaikan tidak akan pernah hilang. Mungkin kebaikan itu hilang dalam memori manusia, tapi kebaikan itu abadi di sisi Allah SWT.
Sampai di sini, masihkah kita harus pusing tentang kekurangan?*