Tak biasanya, Fano gelisah betul kali ini. Bukan soal uang atau masa depan. Tapi bagaimana ia bisa bangkit. Lalu mengapa Allah mengambil kata “selimut” dua kali pada dua surah yang berbeda. Surah itu turun pada masa awal Nabi Muhammad SAW menerima wahyu. Yaitu Al-Muzammil dan Al-Muddatstsir.
Kacamata intelektualnya tak mampu menyingkap mengapa begitu. Saking gelisahnya, Fano yang memang menggunakan kacamata, segera mencopotnya, membiarkan matanya langsung menatap semua.
Setelah beberapa saat, Fano coba menjeda akalnya memikirkan kata “selimut” yang dalam Alquran berbunyi “Muzammil” dan “Muddatstsir” Fano mulai lelah. Waktu menunjukkan pukul 23:00 WIB. Tak lama setelah meluruskan badan dan berdoa. Fano terlelap.
Arti Selimut Ketemu dalam Mimpi
Dalam tidur Fano bermimpi. Ia bertemu dengan gurunya ketika SD di Lombok yang begitu baik.
Guru itu mendatangi Fano dan memberikan segelas air.
Lalu sang guru berkata. Fano, harus kamu pahami selimut itu mencegah orang untuk bangkit. Bagi orang yang tidur, selimut itu melenakan. Bagi orang yang takut, selimut itu menghentikan langkah penting.
Fano menyimak dengan seksama. Rasanya ia ingin segera menembakkan beberapa pertanyaan kepada gurunya.
Tapi ia masih menunggu, mungkin sang guru belum tuntas menjelaskan.
Al-Muzammil itu asal katanya berarti sesuatu yang melekat, yang memberi rasa tenang. Itu tidak selalu bermakna selimut, meski itu yang umum memudahkan kita mengerti maksudnya.
Ketika kamu punya teman, temanmu selalu mendukungmu, memberikan penguatan terhadap kebaikan-kebaikanmu, temanmu itu bisa disebut teman yang zamil (selalu bisa memberikan ketenangan).
Ketika Allah memanggil Nabi Muhammad dengan kata “Al-Muzammil” pesannya adalah jangan terlalu nikmat tidur. Saatnya bangun, di tengah malam, waktu terbaik beribadah kepada-Nya.
Fano mulai tersenyum. Perlahan ia meneguk air minum dari sang guru.
Itulah perlunya kamu belajar yang mendalam. Jangan sibuk seperti orang yang terlena: scrolling media sosial, gosip, dan kesana kemari tanpa arah.
Buang kacamata hitam dalam dirimu, lihatlah langsung betapa Allah ingin engkau bangun.
Sampai pada kalimat itu, Fano terjaga. Waktu menunjukkan pukul 03:00 WIB. Fano membaca doa, lalu bergegas shalat Tahajud.
Bangkit
Seperti biasa, sambil menanti Adzan Subuh, Fano membaca artikel-artikel di internet.
Dalam mimpi ia telah dapat arti “Muzammil” bagaimana dengan “Muddatstsir”.
Asal kata “Muddatstsir” adalah “Ditsar”. Yakni sesuatu yang dipakaikan agar terlindung dari takut dan khawatir. Seperti anak kecil kalau takut, ia akan bersembunyi dengan selimut.
Al-Mudatstsir diikuti dengan perintah bangkit untuk memberi peringatan. Tampil ke masyarakat, menyampaikan risalah dakwah. Jangan takut, jangan ragu, bangkit dan mulailah.
Begitu bacaan yang ia peroleh dari sebuah situs internet.
“Masya Allah, ini dia bedanya,” Fano berteriak karena begitu semangat.
Namun Fano tak puas. Begitu usai shalat Subuh ia membuka buku-buku tafsir Alquran. Mulai dari karya Ash-Shabuni, hingga Ibnu Katsir, bahkan Buya Hamka.
Sejak itu Fano memahami bahwa hidup ini harus mengacu pada Alquran.
Dalam hati, Fano bertekad, “Siang saya sibuk dengan urusan dunia, maka malam saya harus bangun, ibadah kepada Allah. Kemudian, saya juga harus aktif dalam organisasi, agar bisa berdakwah, memberikan manfaat kepada umat manusia.”*