Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) hadir dengan program lomba menulis artkel bertema “Hormat Bendar Menurut Hukum Islam” dan “Menyanyikan Lagu Kebangsaan Menurut Hukum Islam” yang langsung dinilai banyak pihak tidak relevan bahkan tampak seakan kehilangan arah.
“Tema tentang hukum mencium bendera sebagai tema lomba dari lembaga negara menunjukkan kehilangan arahnya,” ujar Cholil Nafis melalui akun Twitternya @cholilnafis dikutip Hidayatullah.com, Ahad (15/08/2021).
Baca Juga: Hadirkan Kecerdasan Ekstra
Sementara itu Ketua Fraksi PKS DPR RI, Jazuli Juwaini menilai hal itu tendensius.
“Temanya tendensius dan bernuansa benturan antara negara dan agama. Padahal keduanya saling menguatkan nasionalisme Indonesia. Memangnya selama ini ada masalah dengan hormat bendera dan menyanyikan lagu kebangsaan di kalangan umat mayoritas?,” ujar Jazuli lewat keterangan tertulis, Ahad, 15 Agustus 2021 seperti dilansir Tempo.
Kutil
Sekalipun sebagian yang lain mendukung agenda BPIP itu, namun, sisi yang mengkritik sepertinya mengajak BPIP lebih teliti.
Jangan malah terkesan kutil alias kurang teliti. Sebagaimana dahulu diungkapkan oleh KH. Zainuddin MZ bahwa penyakit bangsa Indonesia ini di antaranya adalah kutil (kurang teliti).
Jika merujuk sejarah, maka sebenarnya Islam dan Indonesia bukanlah dua sisi yang berhadapan apalagi bertentangan dan bertolakbelakang.
Catatan Ahmad Mansur Suryanegara bahwa ulama dan santri banyak terlibat dan menjadi garda terdepan dalam perlawanan terhadap penjajahan satu hal yang tidak bisa diingkari.
Lebih jauh, Islam dan Indonesia justru berjalan seiring sejalan dalam menghadapi problem kebangsaan.
Sebagai contoh, kala bangsa ini dihantam pandemi, krisis kesehatan dan ekonomi terjadi, bangsa ini diselamatkan oleh kesadaran umat Islam melalui zakat dan sedekah.
Jadi, Indonesia sangat beruntung dengan adanya Islam dan umat Islam. Mestinya lomba yang dibuat oleh BPIP adalah sejarah dan masa depan Indonesia bersama umat Islam.
Ganjil
Kemudian, kalau ditimbang dari demografi keagamaan di Indonesia, mengangkat tema bendera dan lagu dalam hukum Islam seakan-akan mengesampingkan agama lain di Indonesia.
Apakah ini adil, relevan, dan membangun kebersamaan?
Kalau memang ada tema dalam hukum Islam, mestinya juga ada dalam tema hukum agama lainnya. Jadi, kesan ganjil dari tema lomba ini memang sangat terasa.
Kupek
Tetapi fakta telah tersaji, polemik mulai mengembang. Dan, ini seakan memberikan satu notifikasi kepada bangsa Indonesia bahwa BPIP ini benar-benar kupek alias kurang peka.
Di tengah pandemi, mestinya buat lomba peran ideologi Pancasila dalam menjawab wabah Covid-19.
Lebih jauh bagaimana membangun kesadaran masyarakat dan pejabat dengan nilai-nilai Pancasila.
Minimal dengan data kasus korupsi dan ketidakjujurand alam data Covid-19 yang ramai di media, mengapa tidak BPIP bikin lomba, misalnya Jiwa Pancasila pada Pejabat Negeri dan sebagainya.
Jadi, BPIP bisa mendapat masukan penting dari peserta lomba perihal data dan langkah perbaikan yang perlu diambil dan dijadikan kebijakan.
Tidak seperti sekarang, masalah rakyat apa, lombanya kemana. Persis seperti orang yang datang ke dokter ngeluh sakit perut, tapi malah diberi resep pengobatan sakit kepala.
Tidak bisa dicerna dengan akal sehat secara utuh. Tetapi ini menjadi satu gambaran bagi segenap bangsa bahwa BPIP penting untuk diarahkan kepada jalan berpikir yang penting bagi rakyat ke depan.
Baca Lagi: Ide Konstruktif untuk Negara
Tapi kalau memang sudah terlalu berat, ungkapan pengamat sosial, ekonomi dan keagamaan, Anwar Abbas penting diperhatikan, “Kesimpulan saya, BPIP ini memang sebaiknya saja dibubarkan saja,” seperti dikutip detik.*