Siapa yang bisa bertindak semena-mena dalam kehidupan dunia ini? Pasti yang kuat dan perkasa dalam arti luas, baik dari harta hingga tahta. Sebagaimana dunia rimba, hewan yang bisa melakukan apa saja adalah yang terkuat. Tetapi dalam kehidupan manusia, hal seperti itu bisa dilakukan oleh seseorang, tetapi dia tidak akan menjadi seekor singa jantan.
Hal ini tidak lain karena manusia adalah makhluk yang dibekali Tuhan kemampuan berpikir. Siapa semena-mena berarti dia telah merusak anugerah Tuhan paling penting itu, yakni berpikir.
Dan, karena itu Allah selalu menantang manusia untuk berpikir di dalam begitu banyak ayat Alquran.
“Afala Tatafakkarun” (apakah kamu tidak memikirkan).
“Afala Ta’qilun”, (apakah kamu tidak menggunakan akalmu).
“Wa fi Anfusikum, Afala Tubshirun” (di dalam dirimu apakah kamu tidak melihat?).
Mengapa demikian, karena dengan berpikir (yang dilandasi iman) seseorang tidak akan dimakan oleh kesombongannya dan keangkuhannya.
Baca Juga: Taqwa Sumber Bahagia
Dalam istilah modern, jika seseorang yang punya kuasa tidak mau berpikir, karena itu ia bangga dengan perilaku semena-mena, maka semua yang dimiliki dan perilakunya hanya akan menjadi boomerang.
Kisah Al-Hajjaj
Al-Hajjaj adalah seorang komandan senior militer, ia mendapat kuasa besar usai diajak bergabung oleh Abdul Malik bin Marwan di dalam pemerintahan.
Hajjaj bernama asli Kulaib kemudian dikenal sebagai Al-Hajjaj bin Yusuf. Ia lahir pada tahun 41 H. Gelar Al-Hajjaj disandangnya karena ia banyak mematahkan tulang-tulang.
Meski ia seorang yang zalim, semena-mena dan arogan, ia memiliki beberapa kepandaian, seperti dalam hal bahasa dan berpidato. Bahkan ia hafal Alquran.
Kekejaman Al-Hajjaj bermula dari aksinya memblokade Ka’bah karena di dalamnya ada sosok Abdullah bin Zubair (yang dianggap lawan politik).
Al-Hajjaj menyerang dengan menggunakan manjaniq (bola api) secara bertubi-tubi. Puncaknya, Abdullah bin Zubair yang tak lagi muda (berumur 73 tahun) ditimpa batu bata tepat di kepalanya.
Darah melumuri wajahnya. Abdullah bin Zubair ra pingsan dan itu dimanfaatkan oleh pasukan Hajjaj untuk membunuhnya.
Atas kematian Abdullah bin Zubair, Hajjaj bersuka cita ia pun langsung sujud karenanya.
Tak lama, Hajjaj mendapat hadiah kekuasaan di Mekkah dan Madinah kemudian diangkat menjadi gubernur di Irak.
Pendek kata, kekejamannya luar biasa, tidak satu dua orang ia aniaya bahkan sampai dibunuh. Tetapi akhirnya tibalah masa dimana ketetapan Tuhan datang.
Usai terakhir membunuh Sa’id bin Jubair, yang sebelum dibunuh memang sempat berdoa agar Allah tidak memberikan kesempatan untuk membunuh orang lain setelah dirinya.
Tidak lebih dari tiga hari setelah Hajjaj membunuh Sa’id bin Jubair yang berdoa itu, Hajjaj mengalami peristiwa aneh.
Lambung Hajjaj dipenuhi belatung hingga menimbulkan bau busuk yang amat sangat. Akhirnya Hajjaj pun mati dengan sangat mengenaskan.
Allah Maha Kuasa
Alam raya ini ada di dalam genggaman Allah Ta’ala. Maka siapa yang mau hidup dengan kesewenang-wenangan karena sedang berkuasa, silakan, lakukan. Tapi itu tidak berarti Tuhan akan berpangku tangan.
Dan, kisah Hajjaj ini hanya satu dari sekian banyak perilaku orang yang justru mati mengenaskan dan menjadi sejarah buruk kehidupan karena arogansinya.
Baca Lagi: Menanti Peran Politisi dan Partai Umat Islam
Prinsipnya jelas, sejarah selalu berulang, setiap manusia akan diuji konsistensi keimanan dan ketaqwaannya. Apakah ia dengan kekayaan dan kekuasaan menjadi penegak kebenaran. Atau justru karena harta dan kekuasaan ia menjadi barisan pelanjut manusia-manusia yang malang baik di dunia maupun akhirat.*