Home Kisah Bincang Tips Menulis dari Novelis Kang Abik
Bincang Tips Menulis dari Novelis Kang Abik

Bincang Tips Menulis dari Novelis Kang Abik

by Imam Nawawi

Dalam Islam tak ada istilah kebetulan. Semua telah Allah tetapkan. Begitu pun dengan pertemuan manusia, satu dengan lainnya. Seperti juga pertemuanku dengan novelis beken Tanah Air, Habiburrahman El-Shirazy, yang populer dengan sapaan Kang Abik.

Pada kesempatan itu saya sempat duduk bersama berbincang tentang situasi kekinian, zakat, dan puncaknya dialog soal bagaimana menulis hadir dalam diri Kang Abik.

Ternyata beliau memang sejak belia telah menekuni dunia tulis menulis.

“Ya, kalau belajar serius menulis itu pas tsanawiyah dan aliyah. Kemudian jadi penulis profesional itu di Mesir,” tuturnya kepadaku.

Dari sisi amunisi alias bacaan penting untuk produktif dalam menulis itu adalah membaca.

“Ya, namanya, menulis. Sudah pasti wajib ya, membaca,” tegasnya.

Itulah yang terus-menerus menjadi konsentrasi dari penulis novel “Ayat-Ayat Cinta itu.”

Baca Juga: Menulislah untuk Umat Bangsa dan Negara

Kepada saya, Ustadz Irwan Kelana, Achmad Syalabi dan pegiat sejarah Hadi Nur Ramadhan, pria murah senyum itu berkata bahwa akan ada novel terbarunya yang juga sudah siap dengan lanjutan edisinya.

Kami semua yang mendengar merespon kompak, “Wah…..,” diiringi senyum takjub.

Langkah

Kesempatan dialog berdua akhirnya tiba. Sebenarnya bertiga dengan dai tangguh BMH dari Pangkep, Ustadz Karding.

Sebagai orang yang suka bertanya, beberapa pertanyaan langsung saya ajukan.

“Ustadz, bagaimana dahulu, seorang Habiburrahman El-Shirazy, memulai aktivitas menulis?”

Mendengar itu, Kang Abik tersenyum dan menjawab.

“Ya, karena memang suka membaca kemudian suka menulis. Kemudian saya lihat orang-orang kok banyak yang suka cerita. Ok, saya akan buat cerita. Cerita apa, cinta. Ok, saya akan buat. Islam sangat kaya akan kisah inspirasi tentang cinta,” tuturnya.

Nah, kalau seseorang ingin menulis, kata pria yang juga aktif di MUI Pusat itu, syaratnya satu berani.

“Harus berani menulis. Bagaimana mau menulis kalau tidak berani. Mulai dengan keberanian,” ungkapnya.

“Karena menulis itu skill, artinya bisa dilatih terus. Sama seperti orang naik motor. Apa rumus cepat bisa naik motor, ya berani naik motor. Begitu juga dengan berenang,” tegasnya yang membuat kami semua tersenyum.

Berikutnya baru bicara isi dan pengemasan. Isi itu pokok tulisan apa. Setelah isinya jelas, baru melangkah pada pengemasan.

“Saya menulis novel tentang cinta. Tetapi saya juga mau berdakwah. Maka, bagaimana kontennya cinta tapi yang pembaca dapat justru tentang nilai-nilai Islam tentang cinta,” jelasnya.

Waktu Terbaik Menulis

Kemudian kami bertukar pikiran tentang tema lain. Sejurus kemudian saya desak dengan satu pertanyaan penting.

“Bagaimana cara Kang Abik mengelola waktu, sekarang kan punya pesantren, aktif dakwah, terus juga ada sebagai pengurus MUI Pusat?”

Alumnus Al-Azhar Mesir itu menjawab singkat. “Setiap ada waktu kosong, saya segera menulis.”

Sebenarnya masih banyak tema perbincangan kami.

Baca Lagi: Melatih Skill Amil dalam Menulis

Namun, inilah sementara yang dapat saya sampaikan kepada sahabat semua, sebagai ikhtiar memberikan semangat kepada kita semua aktif menulis kapan dan dimanapun.

Terlebih tantangan generasi muda Muslim hari ini adalah tentang literasi yang harus kita upayakan membaik dan terus meningkat.

Sampai di sini, apakah sudah ada yang siap menulis sekarang juga?*

Mas Imam Nawawi

Related Posts

Leave a Comment