Home Opini Berpikir untuk Negara
Berpikir untuk Negara

Berpikir untuk Negara

by Imam Nawawi

Sebagai rakyat biasa, terkadang kita lupa untuk ikut membangun negara. Akibatnya elit merasa bahwa yang bisa memikirkan negara hanya diri dan kelompoknya. Padahal sebagai rakyat biasa, kita pun bisa berpikir untuk negara.

Sebagai sama-sama makhluk Tuhan, elit atau pun rakyat dan bahkan budak sekalipun memiliki kuasa untuk berpikir. Oleh karena itu perintah Allah SWT kepada kita sama, yakni membaca dengan nama-Nya (Iqra’ Bismirabbik).

Baca Juga: Desain Politik 2024

Dalam kata yang lain kalau ada yang tidak beres, tidak benar, dan melenceng atau menyimpang, segera membaca, segera berpikir, segera temukan data, analisa.

Seakan-akan Tuhan hendak mengatakan, “Jangan diam saja, gunakan kuasa berpikir dalam diri yang telah dianugerahkan.”

6 Tingkatan Berpikir

Menurut Richard Paul dan Linda Elder ada enam level berpikir. Yakni pemikir tidak refelektif, pemikir yang tertantang, pemikir pemula, pemikir praktis, pemikir mahir dan pemiki unggul.

Masyarakat biasa tidak harus memahami itu terlalu dalam. Dalam ruang politik cukup mampu berpikir praktis, tahu mana pemimpin asli mana pemimpin imitasi. Mengerti mana partai jago janji. Mana partai ahli memenuhi janji.

Jika sudah sampai pada kemampuan berpikir seperti itu, pegang erat, pegang teguh, jangan mudah terkecoh atau dikecoh, baik oleh tetangga, RT, RW bahkan media massa sekalipun.

Tetap pertahankan kemampuan berpikir praktis yang seperti itu. Itu sudah akan ikut berkontribusi terhadap baik tidaknya kondisi bangsa dan negara.

Berpikir Level Pertama

Kembali pada level berpikir dan sekarang kita coba temukan apa sebenarnya berpikir yang tidak refelktif itu.

Orang pada level berpikir itu tidak menyadari peran pikirannya. Tidak menyadari akan asumsi yang terus-menerus ia buat dan tidak teruji, kemudian kerap membentuk konsep yang keliru, penyimpulan yang dihasilkan tidak logis.

Dan, orang level ini selalu memandang hanya dirinya yang benar, yang lain salah. Ia tidak pernah mau menganalisa dan menilai pikirannya sendiri.

Kalau misalnya muncul sebuah pertanyaan, siapa orang yang ada pada level berpikir seperti itu, apa jawaban kita?

Dalam bahasa Kasdin Sihotang dalam buku “Berpikir Kritis Kecakapan Hidup di Era Digital” orang yang hidup pada level berpikir yang tidak refelektif ini adalah orang yang tidak sadar.

Baca Lagi: Muhasabah Politik Umat

“Pada level ini seseorang tidak memperhatikan kualitas kegiatan intelektualnya. Akibatnya, tindakannya pun kurang bermakna.”

Jadi, berpikir untuk negara tidak harus seperti Rocky Gerung, Refly Harun, Habibe dan lainnya. Sebagai rakyat kita cukup mampu berpikir bahwa A adalah pemimpin asli. Sementara B adalah pemimpin imitasi, maka pilihlah A untuk kebaikan bangsa dan negara serta seluruh rakyat Indonesia.*

Mas Imam Nawawi

 

Related Posts

Leave a Comment