Orang kaya membagikan harta. Orang cerdas membagikan ilmu. Orang berpengalaman membagikan kunci-kunci sukses. Orang bervisi berbagi cita-cita.
Berbagi memang indah, tentu bagi yang meyakini. Ketika Abu Bakar Ash-Shiddiq membawa semua hartanya untuk Islam, itu bukan dalam rangka dapat jabatan. Tetapi kesadaran iman.
Baca Juga: Maha Adilnya Allah Ta’ala
Tidak heran jika kemudian Nabi Muhammad SAW amat mengasihi ayah dari Aisyah radhiyallahu anha itu. Sosoknya tidak pernah ragu apalagi meragukan kebenaran Islam.
Itu berarti, orang yang bisa berbagi hanyalah yang punya komitmen merawat imannya dan karena itu ia tidak mencari selain kebahagiaan sejati.
Orang yang demikian, kata Salman Al-Audah adalah orang yang matang jiwanya, sehingga kala berkendara ia menjaga hak jalan, hak pengguna jalan lain, tidak mengganggu, didak menyalakan klakson seenaknya dan selalu membenahi diri tanpa henti.
Dengan kata lain, orang yang memiliki sesuatu akan mudah dan bisa berbagi. Seperti buah yang matang, ia membagikan aroma yang harum serta warna yang indah mengagumkan plus rasa yang menggugah selera.
Utsman
Berbicara berbagi, Utsman bin Affan radhiyallahu anhu adalah biangnya. Kala hendak menjalani Perang Tabuk, Utsman menyiapkan 1000 unta beserta pelananya dan meletakkan 1000 dinar di hadapan Nabi Muhammad SAW lalu beliau membolak-balikkannya, dan bersabda, “Apa yang telah dilakukan Utsman tidak akan memudharatkan dirinya setelah hari ini.”
Berbagi tidak sekedar mendatangkan ketenangan tetapi juga kebahagiaan, bahkan kemaslahatan bagi kehidupan. Utsman adalah orang yang benar-benar selamat dan sukses dengan harta yang dimiliki.
Harta yang diinfaqkan dalam jumlah yang fantastis itu menjadikan Allah ridha kepadanya, sehingga ia tidak akan dibuat rugi apalagi sampai terjerumus karena urusan harta.
Fakta ini memberikan satu pemahaman yang utuh. Artinya, orang yang banyak hartanya, namun lemah imannya, pasti akan memandang menyimpan harta adalah lebih baik. Oleh karena itu ia akan memilih sikap bakhil.
Tetapi, Alquran menerangkan, bakhil itu tidak memberikan apapun, selain kerugian.
“Dan jangan sekali-kali orang-orang yang kikir dengan apa yang diberikan Allah kepada mereka dari karunia-Nya, mengira bahwa (kikir) itu baik bagi mereka, padahal (kikir) itu buruk bagi mereka. Apa (harta) yang mereka kikirkan itu akan dikalungkan (di lehernya) pada hari Kiamat. Milik Allah-lah warisan (apa yang ada) di langit dan di bumi. Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan.” (QS. Ali ‘Imran [3]: 180).
Apa Saja
Namun berbagi bukan semata harta. Seperti yang saya tulis di awal, orang bervisi membagi cita-cita. Maknanya, siapapun bisa berbagi, sekalipun dengan sebiji kurma.
Lebih spesifik di era digital seperti sekarang, berbagi konten positif itu perlu, karena dengan hal itu kebaikan akan terus hidup dan berkembang.
Baca Juga: Apa Hebatnya Orang Palestina
Seperti Cholidi yang pernah cerita kepada saya, ia pernah berbagi 12 kotak nasi untuk satpam di kompleksnya. Setelah beberapa hari dilakukan dan diposting ke Instagram, Cholidi mendapat tawaran main film baru.
Artinya apa, bagilah dari apa yang kita miliki yang dapat membantu kesulitan orang lain. Sekarang hari Jumat, hari yang mulia, sangat baik jika kita berlomba-lomba berbagi konten positif atau bahkan amal-amal kebaikan yang diperlukan seperti sekarang, yakni infaq untuk membantu saudara kita yang terjajah di Palestina.*
Mas Imam Nawawi_Ketua Umum Pemuda Hidayatullah