Kalimat ini “Berhenti Menghitung Masalah, Mulailah Menghitung Kebahagiaan” muncul usai aktivitas scrolling buku yang saya lakukan di Instagram.
Dalam beberapa waktu terakhir, saya memang sangat menikmati membaca potongan buku yang banyak tersebar di IG.
Nah, hal itu nyambung dengan keluhan seorang kolega belum lama ini. Ia berkata bahwa dirinya merasa hidup ini seperti rangkaian masalah yang tak berujung?
Bangun tidur dihadapkan dengan tumpukan pekerjaan, macet di jalan, bertengkar dengan pasangan, dan sejuta keluh kesah lainnya. “Rasanya lelah sekali,” katanya.
Meski begitu, boleh jadi tidak hanya kolega saya ini yang merasakan hidup seperti itu.
Umumnya, kita sering terjebak dalam pusaran masalah, lupa mensyukuri nikmat yang ada. Akan tetapi tidak semua merasa tertekan oleh keadaan. Mungkin karena mereka punya sudut pandang yang lebih terang.
Menarik sekali ungkapan dari Fyodor Dostoevsky, seorang novelis dan filsuf besar dari Rusia. Karya-karyanya yang mendalam seperti “Crime and Punishment” dan “The Brothers Karamazov” mengungkap kompleksitas jiwa manusia dan mengajak kita merenungkan makna hidup.
Hitung Kebahagiaan Kita
Dostoevsky berkata, “Man only likes to count his troubles; he doesn’t calculate his happiness.”
Baca Juga: Hidup Bahagia dan Membahagiakan
Manusia memang cenderung lebih suka menghitung masalahnya, ketimbang menghitung kebahagiaannya. Kita sering kali terlalu fokus pada apa yang kurang, apa yang salah, dan apa yang membuat kita menderita. Benar apa betul?
Padahal, jika kita mau sedikit saja mengalihkan perhatian, ada begitu banyak hal baik yang patut kita syukuri.
Secangkir kopi hangat di pagi hari, senyum tulus dari orang tercinta, kesehatan yang masih diberikan, dan nafas yang masih berhembus. Semua itu adalah anugerah yang sering kali kita anggap remeh.
Bayangkan jika kita memiliki sebuah buku catatan kebahagiaan. Setiap hari, kita menuliskan hal-hal baik yang kita alami, sekecil apapun itu.
Mulai dari mendapatkan pujian dari atasan, berhasil menyelesaikan tugas dengan baik, hingga menikmati makanan favorit. Lama-kelamaan, buku catatan itu akan penuh dengan cerita indah yang membuat kita tersenyum dan bersyukur.
Langkah
Lantas, bagaimana caranya agar kita bisa lebih fokus pada kebahagiaan? Berikut beberapa tips yang bisa kita mulai.
Pertama, praktikkan gratitude. Luangkan waktu setiap hari untuk mensyukuri hal-hal baik dalam hidupmu. Tuliskan dalam jurnal, ucapkan terima kasih kepada Tuhan, atau cukup renungkan dalam hati.
Kedua, latih mindfulness. Sadari dan hargai momen saat ini. Nikmati setiap gigitan makanan, rasakan hangatnya sinar matahari, dan hayati keindahan alam di sekitarmu.
Ketiga, batasi paparan informasi negatif. Kurangi mengkonsumsi berita atau media sosial yang membuatmu cemas dan stres. Pilihlah konten yang positif dan inspiratif.
Keempat, fokus pada solusi. Ketika menghadapi masalah, jangan berlarut-larut dalam keluhan. Carilah solusi dan langkah konkret untuk mengatasinya.
Kelima, berkumpul dengan orang-orang positif. Lingkungan pergaulan sangat berpengaruh pada pola pikir kita. Bergaullah dengan orang-orang yang optimis, suportif, dan menginspirasi.
Dan, kalau kita sering mendengar ceramah-ceramah Gus Baha, hal-hal seperti itu harus bisa kita nikmati dengan kesadaran syukur, sehingga hati tetap bahagia. Meski masalah belum benar-benar sirna. Tapi syukur itu penting sekali agar hati kita sehat dan kuat.
Prinsipnya, ingatlah, kebahagiaan bukan sesuatu yang datang dengan sendirinya. Ia perlu diusahakan dan dipelihara.
Dengan mengubah cara pandang dan fokus pada hal-hal positif, kita bisa menciptakan kebahagiaan dalam hidup kita sendiri.
Jadi, mulai sekarang, berhentilah menghitung masalah dan mulailah menghitung kebahagiaan. Jangan ingat selalu masalah, ingatlah betapa Allah menyayangi kita semua. Bukankah saat hidup penuh soal, Allah tetap membuat kita sehat lahir dan batin?*