Home Kajian Utama Beramal, Mengapa Harus?
Beramal, Mengapa Harus

Beramal, Mengapa Harus?

by Imam Nawawi

Sebagai Muslim kita semua memahami bahwa beramal adalah kewajiban, keharusan bahkan kebutuhan. Pertanyaannya mengapa?

Ternyata dalam tinjauan kompetisi, Allah memerintahkan manusia yang beriman untuk beramal agar tidak teralihkan konsentrasinya dalam mengisi kehidupan ini.

Sebab, begitu manusia lupa beramal, maka hati dan akal pikirannya mudah sekali tertipu oleh bujuk rayu setan.

Setan kalau kita pahami, sungguh tidak akan pernah mau diam. Setan bahkan tidak akan pernah puas, walau telah menjerumsukan anak manusia ke dalam dosa. Bahkan setan terus mendorong anak Adam melakukan keburukan.

Baca Juga: Berpikir itu Ibadah

Artinya, kalau mau selamat dari tipuan setan, kita harus sibuk beramal, amal ibadah maupun amal sholeh secara sosial.

Pendek kata, siapa mau selamat dan sukses menjauhkan diri dari godaan setan, maka ia harus gemar beramal, kapan dan dimanapun.

Benteng Perlindungan

Benteng terbaik yang dapat melindungi jiwa seseorang selamat dari godaan setan adalah ibadah dan doa kepada Allah.

Karena itu kita harus membangun benteng perlindugnan berupa ibadah dan doa itu dengan penuh keuletan, konsistensi dan kesungguhan.

Sebagaimana dahulu Nabi Nuh alayhissalam, siang malam tidak pernah berhenti berdakwah. Juga dengan yang Nabi Musa alayhissalam lakukan, terus berdakwah walau kaumnya bandel dan jahil.

Hal itu menandakan bahwa pantang seorang Muslim sampai nganggur atau pindah arah dalam hidup, menjauhi ibadah dan dakwah karena merasa lelah.

Kekuatan

Ketika seorang hamba mampu membangun benteng perlindungan dari Allah dengan ibadah dan doa serta dakwah, maka selanjutnya Allah akan berikan kekuatan.

Kekuatan itu seperti yang ada pada diri para sahabat Nabi SAW. Mereka siap menghadapi apapun risiko ber-Islam dan berdakwah.

Bahkan sampai ke sosok manusia kekinian pun yang telah mendapat hidayah, mereka berani menghadapi rintangan apapun demi mempertahankan iman.

Saya temukan dalam buku “Kembali ke Pangkuan Islam” karya Tardjono Abu M. Muaz kisah banyak mualaf. Salah satunya adalah Sim Yao Ling alias Laraswati.

Ia adalah anak dari kedua orangtua Tionghoa yang beragama Kristen. Karena sejak kecil kedua orangtuanya sibuk, Sim pun mendapat pengajaran dari pembantu orangtuanya yang beragama Islam.

Lambat laun, Sim tersentuh hidayah, akhirnya menjadi mualaf. Dan, ketika orangtuanya tahu dia masuk Islam, siksaan tidak dapat ia elakkan.

Meski hidup dengan penyiksaan tidak ringan, Sim tetap teguh mempertahankan iman. Ia bahkan belakangan tetap mencintai kedua orangtuanya walau dahulu menyiksa karena ia beriman.

Baca Lagi: Mumpung Masih Muda

Subhanallah. Demikianlah kekuatan iman, tidak sekedar membuat diri semangat, tetapi juga semakin memiliki rasa cinta dan kasih sayang, terutama kepada orangtua yang walaupun masih berbeda agama dan bahkan pernah menyiksanya.

Sibuklah Beramal

Sebuah ungkapan mengatakan, “Jika seseorang tidak sibuk dalam kebaikan, maka kita akan sibuk dengan hal yang sia-sia yang tidak ada manfaat.”

Oleh karena itu mari sibuk beramal, walau kecil. Beramal mulai dari amal fisik, pikiran, dan hati. Jangan ada waktu berlalu tanpa amal, amal ibadah dan amal sholeh.*

Mas Imam Nawawi

Related Posts

Leave a Comment