Seringkali, kita bingung bagaimana seharusnya beramal dalam kehidupan ini. Namun, sebenarnya rumusnya cukup sederhana. Mari kita ambil pelajaran dari sahabat Nabi yang bijaksana, yang menjadikan kecerdasan sebagai amalan andalannya. Memahami hal itu kita akan mudah untuk beramal agar hidup dapat memancarkan energi kebaikan.
Sahabat Nabi SAW beragam kemampuan dan kapasitasnya. Mereka yang ahli dalam mencari kekayaan. Mereka menjadi teladan dalam zakat, infak, sedekah, dan wakaf.
Baca Juga: Wakaf Selama Ramadhan Terhimpun 215 Miliar
Lihatlah sosok Utsman bin Affan ra dan Abdurrahman bin Auf ra. Keduanya adalah sosok sahabat yang sangat terdepan dalam hal kebaikan-kebaikan besar dari sisi harta yang mereka miliki.
Hati dan Dzikir
Namun, tidak kalah pentingnya adalah sahabat yang memiliki sedikit harta, namun menjaga hati dengan dzikir dan amalan yang tulus.
Mereka tidak beramal dengan harta layaknya Utsman ra. Akan tetapi mereka sungguh-sungguh menjaga hati dan memperbanyak ibadah dengan dzikir.
Saat ini, kita semua mengetahui keadaan dan kemampuan kita masing-masing. Jadi, mengapa tidak segera beramal dengan apa yang kita bisa lakukan?
Mungkin sebuah kerugian, kalau seseorang mau beramal lalu menanti ini dan itu. Saya mau dzikir, nanti kalau sudah banyak uang, sehingga tidak terpikir ingin cari dunia.
Sebagian mengatakan, saya mau infak kalau sudah cukup semua kebutuhan rumah tangga.
Sungguh cara berpikir seperti itu tidak ada keteladanannya, baik dari Nabi maupun para sahabat. Justru yang ada adalah segera beramal dengan kebaikan yang paling mungkin segera kita lakukan.
Pelajaran dari Hamka
Dalam bukunya “Dari Lembah Cita-Cita” Buya Hamka menceritakan bagaimana dua muridnya yang tidak mampu memanggul senjata. Bukan berkeluh kesah dan putus asa, mereka melihat apa yang bisa mereka amalkan.
Baca Lagi: Membaca Masih Jadi Kendala Kaum Muda?
Akhirnya mereka tahu dan bersegera menjadi insan yang tekun dalam memanfaatkan waktu untuk belajar kepada ulama.
Akhirnya, ilmu yang mereka peroleh diabadikan dalam sebuah buku, yang kini dapat dinikmati oleh siapapun, “Dari Lembah Cita-Cita.”
Kita bisa belajar dari fakta nyata ini. Mari beramal dengan apa yang bisa kita lakukan, karena setiap langkah kebaikan akan membawa dampak yang besar bagi diri kita dan orang lain.
Sahabat ini adalah status Facebook saya yang 4 tahun silam dalam perjalanan Jakarta-Makassar-Sorong, 19 Februari 2020.
Dan, ketika saya “mendaur ulang” naskah ini, saya baru saja membaca pemikiran politik Islam era klasik, saat dunia Islam kokoh dengan sistem kekhalifahan.
Semoga memberikan inspirasi untuk sahabat semua. Terimakasih.*