Mari bertanya, apakah ada kebaikan-kebaikan bisa dicapai tanpa proses? Apakah bisa dengan langkah instan?
Setiap ahli di bidangnya, apakah itu sains, seni, atau teknologi, pasti melalui perjalanan panjang sebelum akhirnya bisa dianggap sebagai ahli.
Mereka belajar, berlatih, dan terus mengasah kemampuan mereka seiring waktu. Namun, dalam dunia politik, seringkali kita melihat fenomena yang berbeda.
Seakan-akan, siapa pun yang memiliki kekuatan dan ambisi bisa langsung mencapai puncak, tanpa perlu melalui proses yang mendalam. Tapi, benarkah politik bisa dan seharusnya dijalani secara instan?
Pertumbuhan
Morgan Housel, seorang penulis terkenal, pernah mengatakan bahwa pertumbuhan memang diperlukan, tetapi pertumbuhan yang dipaksakan justru bisa berujung pada kehancuran.
Pernyataan ini sangat relevan dalam konteks politik. Pertumbuhan yang instan sering kali menghasilkan pemimpin yang tidak siap secara mental dan intelektual.
Mereka mungkin memiliki kekuasaan, tetapi tidak memiliki kedalaman pemahaman yang mereka perlukan dalam memimpin dengan bijak. Dan, ketika hal ini terjadi, dampaknya bisa sangat merusak, tidak hanya bagi individu tersebut, tetapi juga bagi masyarakat.
Buruk
Kita semua tahu bahwa kehidupan yang instan sering kali orang pandang buruk. Dalam era serba cepat ini, kita sering kali tergoda untuk mencari jalan pintas dan menghindari proses yang sebenarnya.
Padahal proses kita perlukan untuk mencapai sesuatu yang berarti. Proses itulah yang membentuk karakter dan kemampuan seseorang. Tanpa proses, kita kehilangan esensi dari pembelajaran itu sendiri.
Allah SWT sendiri memberikan kita pelajaran penting tentang pentingnya proses. Dalam sejarah kenabian, seorang hamba terpilih resmi menjadi Nabi dan Rasul setelah melalui perjalanan hidup yang panjang, hingga mencapai usia 40 tahun.
Ini bukan sekadar angka, tetapi simbol bahwa kematangan, kebijaksanaan, dan kesiapan memerlukan waktu. Dengan kata lain, tidak ada yang instan dalam mencapai puncak pengabdian.
Pemimpin yang Berproses
Politik seharusnya tidak menjadi pengecualian. Seorang pemimpin yang baik harus melalui proses pembelajaran, pengalaman, dan pendewasaan diri. Mereka harus memahami kompleksitas masyarakat, belajar dari kesalahan, dan terus berusaha menjadi lebih baik. Hanya dengan demikian, mereka bisa menjadi pemimpin yang tidak hanya berkuasa, tetapi juga bijaksana.
Jadi, sebelum tergoda untuk meraih kesuksesan politik secara instan, ingatlah bahwa proses adalah bagian tak terpisahkan dari setiap pencapaian yang berkelanjutan.
Tanpa proses, kita hanya membangun pondasi yang rapuh, yang pada akhirnya akan runtuh di tengah jalan. Mari kita hargai proses, baik dalam belajar maupun dalam politik, karena di situlah letak kekuatan sejati.*