Saya bersyukur pada pagi ini berkesempatan membaca dua buku. Pertama tentang Bangkit dan Runtuhnya Daulah Bani Saljuk. Kedua tentang Ertugrul Sejarah Turki Utsmani dari Kabilah ke Imperium.
Saya pun tertarik pada tema bagaimana dua pemimpin besar itu mengatur perekonomian negara.
Nizham Al-Mulk kata Adz-Dzahabi adalah sosok yang cerdas, ahli administrasi, berpengalaman, bersahaja dan sangat komitmen terhadap ajaran Islam. Selain itu ia sangat rendah hati, pemalu dan memiliki halaqah ilmu para qurra’ dan fuqaha.
Untuk menguatkan pemasukan kas negara, salah satu kebijakannya ialah memberikan hak pengelolaan tanah kepada setiap kepala tentara pada lahan-lahan produktif yang tidak tergarap.
Dalam buku karya Prof. Dr. Muhammad Ash-Shalabi, menjelaskan bahwa bagian-bagian tanah produktif yang berupa petakan-petakan diserahkan kepada kepala tentara dengan syarat ditebus untuk kas negara sebagai ganti mereka dapat mengambil manfaat dari pengelolaan tanah.
Penggarap tanah berurusan hanya pada soal pajak tanah, bukan dengan tanah itu sendiri dan penggarapnya tidak dapat menguasai orang-orang yang bekerja di tanah tersebut. Selain itu pemberian hak ini berjalan secara berkala, sehingga para penggarap benar-benar mencurahkan segenap kemampuannya untuk memperoleh hasil terbaik.
Baca Juga: Wakaf Kuatkan Ekonomi Umat
Sementara Ertugrul karena masih tahap membangun pondasi tegaknya sebuah bangsa dan negara, tak diungkapkan secara deskriptif oleh Prof. Muhammad Khulaif Ats-Tsunayyan dalam buku itu, bagaimana kebijakan ekonominya. Namun secara mendasar bisa kita pahamai bahwa Ertugrul adalah seorang penguasa yang betul-betul menjadikan keadilan sebagai pemikiran dan darah setiap kebijakannya. Sehingga dalam kepemimpinannya, semua merasa senang bahkan warga negaa Bizantium sekalipun..
Sebagai kabilah yang masih harus berpindah-pindah, Ertugrul selalu berpikir kemana dan kapan waktu yang tepat untuk bermigrasi agar kehidupan kabilah mereka tetap eksis dan survive.
Keberpihakan
Jika diri mau jujur dan memimpin dengan hati serta kesadaran penuh bahwa tahta berupa jabatan itu adalah amanah, maka sungguh kesejahteraan rakyat tidak sulit untuk diwujudkan. Tetapi, karena justru di sini (keberpihakan) belum ada, maka ekonomi masyarakat seakan tak pernah berubah.
Semakin ironi kalau melihat keberpihakan pemerintah terhadap kebutuhan-kebutuhan yang tidak menyangkut urusan kesejahteraan rakyat. Soal pemilu misalnya, anggaran dari negara begitu besar. Tahun 2009 KPU mendapat gelontoran dana sebesar Rp. 13,5 triliun untuk Pemilu.
Artinya untuk pemilu memerlukan dana sangat besar, padahal sebagaimana yang telah terjadi, tidak setiap presiden hasil pemilu benar-benar mampu mensejahterakan rakyat negeri ini.
Secara pengertian ekonomi adalah kegiatan yang bertujuan memenuhi kebutuhan (needs) dan keinginan (wants) guna mengingkatkan kualitas kehidupan atau kesejahteraan masyarakat.
Artinya ekonomi yang berlangsung selama lebih dari 75 tahun di negeri ini sudah bisa mengangkat harkat dan martabat rakyat dan bangsa Indonesia, terlebih kala melihat status Indonesia yang akan menjadi kekuatan ekonomi ke-4 dunia. Belum lagi kalau bicara sumber daya alam negeri yang begitu melimpah namun belum berdampak pada kesejahteraan rakyat.
Dalam kajian ekonomi, sistem perekonomian suatu negara berkaitan dengan siapa pelaku ekonomi (pemerintah atau bukan). Serta bagaimana mengambil keputusan ekonomi. Apakah melalui perencanaan terpusat atau mekanisme harga. Apa pun, kuncinya keberpihakan penguasa itu sendiri.
Hisbah di Masa Umar bin Khathab
Sejarah selalu memberikan cermin bagaimana memahami situasi saat ini termasuk inspirasi menentapkan metode untuk menanggulangi masalah ekonomi yang terjadi.
Di masa Umar bin Khathab kita mengenal yang namanya Hisbah. Hisbah merupakan lembaga yang bertugas mengontrol pasar melalui regulasi dan supervisi ekonomi guna membangun kesadaran sosial masyarakat dalam menjalankan qanun.
Baca Lagi: Ekonomi Menguat Siapa yang Dapat Manfaat?
Hisbah juga memiliki kewenangan dan otoritas memeriksa takaran dan ukuran kuantitas suatu barang dagangan, memeriksa kualitas produk dagangan, memantau persediaan dan produksi barang dan jasa, serta mengawasi praktik monopoli, kecurangan dan penipuan. Dengan itulah Umar dapat memastikan harga kekayaan negara semuanya terdistribusikan kepada rakyat, sehingga perputaran uang beredar secara merata.
Pertanyaannya kemudian, apakah sulit bagi pemimpin dan penguasa hari ini mensejahterakan rakyat, dengan kondisi akses informasi dan ilmu begitu mudah diperoleh? Lalu apa sebab kesejahteraan masih jadi impian rakyat sampai hari ini?*