Home Kisah Belajar dari Remaja Pecinta Alquran
Belajar dari Remaja Pecinta Alquran

Belajar dari Remaja Pecinta Alquran

by Mas Imam

Menjelang siang hingga sore saya habiskan waktu di Pesantren Darul Quran Al-Kautsar Cibinong, Bogor Jawa Barat. Sesi yang sangat menarik bagi saya adalah saat belajar dari santri remaja pecinta Alquran.

Belajar ini saya lakukan dalam bentuk wawancara dengan tiga orang remaja yang berasal dari Enrekang, Sulawesi Selatan. Mereka adalah Riswan, Dzakwan dan Fatih.

Baca Juga: Gapai Hidup yang Bahagia

Ketika saya tanya mengapa mereka memilih belajar Alquran, jawabannya sangat dewasa.

“Saya ingin membahagiakan kedua orangtua. Saya ingin memakaikan mahkota untuk orangtua di surga. Saya ingin membahagikan orangtua saya dunia dan akhirat,” itu jawaban dari tiga remaja pecinta Alquran itu.

Penegasan Nabi

Jika digali lebih jauh, dari mana remaja itu tahu bahwa menghafal Quran dan mengamalkannya akan menjadikan mereka anak yang berbakti dan membahagiakan kedua orangtuanya?

Tentu saja dari penjelasan dan penegasan Nabi Muhammad SAW. Di antaranya ialah sebagaimana sabdanya.

“Siapa yang menghafal Alquran, mengkajinya dan mengamalkannya, maka Allah akan memberikan mahkota bagi kedua orangtuanya dari cahaya yang terangnya seperti matahari.

Dan kedua orang tuanya akan diberi dua pakaian yang tidak bisa dinilai dengan dunia. Kemudian kedua orang tuanya bertanya, “Mengapa saya sampai diberi pakaian semacam ini?” Lalu disampaikan kepadanya,

“Disebabkan anakmu telah mengamalkan Al Qur’an.” (HR. Hakim).

Lebih jauh para penghafal Quran dikategorikan sebagai keluarga Allah.

“Sesungguhnya Allah mempunyai keluarga di antara manusia, para sahabat bertanya, “Siapakah mereka ya Rasulullah?” Rasul menjawab, “Para ahli Alquran. Merekalah keluarga Allah dan hamba pilihan-Nya.” (HR Ahmad).

Yakin

Jika ditelisik lebih dalam, mengapa remaja itu meyakini berita dari Nabi Muhammad SAW?

Tentu saja karena mereka tahu, siapa Nabi Muhammad, yakni sosok Nabi yang sejak lahir tak pernah sekalipun berbohong.

Tidak satu pun apa yang beliau lakukan dalam hidup melainkan atas bimbingan wahyu, sehingga andai ada orang yang mengamalkan apa yang dilakukan oleh Nabi, sekalipun dalam hal makan dan minum, tidaklah orang itu hidup kecuali dalam keselamatan dan kebahagiaan.

Jika Nabi Muhammad SAW demikian keadaannya, maka bagaimana mungkin apa yang diucapkannya bukan kebenaran?

“Akal Jauh Akal Pendek”

Sayangnya memahami hal ini memang butuh mengaktifkan apa yang disebut “akal jauh.” Untuk memahami “akal jauh” kita harus tahu apa itu “akal pendek.”

Bayangkan diri Anda sedang duduk-duduk di depan rumah, kemudian lewat tetangga dalam kondisi lari terbirit-birit dan berteriak, ada kebakaran di sana.

Sementara yang ia sebt di sana itu tidak jauh dari rumah Anda, apakah respon Anda atas informasi dan fakta tetangga yang lari begitu kuat itu?

Baca Juga: Dunia Tanpa Alquran?

Itulah yang dimaksud “akal pendek” yakni kemampuan manusia merespon berita dan fakta yang ada di depan mata. Jadi, “akal jauh” adalah kemampuan seseorang memverifikasi apa yang tidak di depan mata, tetapi itu pasti terjadi.

Seperti kematian, Alquran mengingatkan manusia soal ini bahwa kematian itu pasti datang kepada siapapun yang bernyawa. Itu artinya, sejauh kita bernafas, maka akan datang masa kematian.

Orang yang hidup “akal jauhnya” akan menyiapkan hari kematian itu dengan iman dan amal sholeh. Nah, para remaja itu menggunakan “akal jauhnya” dalam menghafal Alquran. Remaja yang luar biasa kalian.*

Mas Imam Nawawi

Related Posts

Leave a Comment