Home Kisah Belajar dari Profesor Penjaga Lembu
Belajar dari Profesor Penjaga Lembu

Belajar dari Profesor Penjaga Lembu

by Imam Nawawi

Mentari masih hangat, saya membuka lembaran awal dari buku “Rihlah Ilmiah Wan Mohd Nor Wan Daud dari Modernisme ke Islamisasi Ilmu Kontemporer.” Sisi yang begitu menarik adalah masa kecil sang profesor, yang ternyata pernah menjadi penjaga lembu.

“Tetapi, saya dan beberapa sepupu yang tinggal dengan dato diberikan seekor lembu setiap seorang untuk dijaga makan minumnya dan tidak terdedah kepada hujan. Selain dari itu juga mengikatnya pada kawasan berumput. Kami juga memotong batang-batang pisang sebagai makanan tambahan lembu-lembu itu,” tulis sang profesor (halaman 31).

Kisah itu menumbuhkan rasa tanggung jawab dalam diri Wan Daud kecil. Terlebih selain tugas kepemimpinan itu, ia juga memandang sang ayah dan ibu sebagai teladan.

Sang murid utama Prof. Naquib Al-Attas itu menyampaikan, “Ayah saya menanamkan rasa tanggung jawab kepada keluarga dengan perbuatannya, bukan dengan perkataannya.”

Baca Juga: Yang Membahagiakan

“Ibu menjadi contoh kesabaran yang luar biasa.”

Pesan Nabi

“Tidak ada Nabi kecuali pernah menjadi penggembala kambing.” Mereka para sahabat bertanya, “Apakah engkau juga wahai Rasulullah?” Beliau berkata, “Iya, saya telah menggembala dengan imbalan beberapa qirath dari penduduk Makkah.” (HR. Bukhari).

Artinya, anak-anak memang harus mendapatkan pelatihan tanggung jawab. Dahulu memang bisa melalui kambing atau lembu, sapi, kerbau dan sebagainya.

Latihan itu pada akhirnya akan membentuk karakter penting dalam diri anak saat dewasa.

Anak akan terampil menyelesaikan problematika manusia. Sisi lain anak juga dengan sendirinya akan memahami bagaimana bersabar dalam menyantuni dan juga mengayomi orang-orang yang lemah.

Jadi, kalau kita tarik garis yang menjadi benang merah kehidupan prof itu, mengapa gigih memperjuangkan Islamisasi Ilmu, tidak lain karena rasa tanggung jawabnya yang tinggi terhadap akidah umat.

Gemar Membaca

Meski demikian satu hal utama yang juga menjadi kebiasaan sang prof sejak kecil adalah gemar membaca.

Baca Lagi: Hidupkan Semangat Juang

“Pada waktu itu, selain dari belajar di sekolah, saya juga banyak membaca novel-novel Inggeris, seperti seri yang ditulis Enid Blyton dan novel-novelnya mengenai Kit Carson, Ivanhoe, Robin Hood, Gullivers Travels, Treasure Island, dan sepertinya.

Yang banyak menggalakkan saya membaca novel Inggeris ialah seorang sahabat yang setahun lebih senior dari saya, Mohd Sofi Ali.

Beliau sekarang baru sahaja pensiun daripada bertugas sebagai pengarah Institut Perguruan Bahasa Antarabangsa (IPBA) di Lembah Pantai, dekat Universiti Malaya, Kuala Lumpur.” (halaman 33).

Pendek kata, perjalanan sang prof juga ada karena pergaulan yang tepat dan kegemaran membaca yang tinggi. Seperti ombak di lautan yang tak kenal lelah.

Jadi, dari secuil kisah sang prof, kita bisa memahami bahwa tanggung jawab, pergaulan dan kegemaran membaca adalah kunci utama untuk menjadikan diri dari anak-anak kita kelak bisa menjadi pribadi yang bermanfaat luas bagi semua.*

Mas Imam Nawawi

Related Posts

Leave a Comment