Kadang kita mencari keindahan pada tempat-tempat yang megah. Dan, sepertinya sebagian kita juga mencari inspirasi dari kisah-kisah yang besar. Padahal, pelajaran hidup seringkali tersembunyi dalam sudut kehidupan yang paling sederhana. Semua itu ada pada tempat yang mungkin tak pernah kita duga. Setidaknya itulah yang kudapatkan dalam perjalanan Jakarta dan Bekasi (18/9/25).
Saya menyimak kisah perjuangan KH. Nurhadi Aminullah. Beliau punya mimpi besar untuk masjidnya. Namun, modal yang ada sangat terbatas. Bayang-bayang kekhawatiran bisa saja datang. Tapi beliau memilih prasangka baik kepada Tuhan.
Lihat saja lantai masjidnya. Lantai itu bukan dari keramik mahal yang utuh. Melainkan dari kepingan-kepingan keramik sumbangan. Pecahan yang bagi sebagian orang mungkin tak berarti. Namun di tangan pria asal Sampang, kepingan itu beliau rajut menjadi mozaik kebaikan yang indah. Tak ada yang sia-sia. Semua punya nilai.
TPQ Tempat Imam Muda Tumbuh
Tak jauh berbeda dengan kisah kepingan keramik, semangat serupa juga terpancar dari TPQ Asy-Syuhada. Kepala TPQ Ust. Mu’min dengan tulus mengajar 115 santri.. Semuanya berasal dari keluarga yatim dan dhuafa. Keterbatasan juga menjadi latar belakang cerita mereka. Tapi, itu tidak menghalangi lahirnya sebuah keajaiban.
Satu bukti terindah kini berdiri di saf terdepan. Seorang pemuda memimpin salat sebagai imam. Suaranya fasih. Bacaannya merdu.
Dulu, ia adalah salah satu santri cilik di TPQ itu. Kini, ia kembali untuk mengabdi. Benih yang ditanam di tanah sederhana, kini telah berbuah lebat.
Dua kisah ini berbicara dengan satu suara. Suara tentang harapan. KH. Nurhadi merangkai kepingan tak sempurna menjadi keindahan.
Ust. Mu’min merawat tunas-tunas sederhana menjadi generasi penerus. Keduanya menunjukkan satu hal. Keterbatasan bukanlah dinding, melainkan ladang untuk menumbuhkan kreativitas dan keimanan.
Padukan
Kisah mereka adalah cermin bagi kita, yang mengajarkan setidaknya dua hal. Pertama, bahwa dalam setiap pecahan ada potensi keutuhan. Kedua, pada setiap anak ada jejak calon pemimpin.
Tak berhenti sampai di situ, Ust. Mu’min kini punya mimpi baru: sebuah kelas komputer untuk santrinya. Karena bagi beliau, ini bukan sekadar program. Ini adalah ikhtiar untuk mewujudkan visi yang jelas: agar anak-anak didiknya tak hanya fasih mengaji, tapi juga siap menghadapi zaman.
Mungkin, inilah cara kita ikut serta dalam lingkaran kebaikan itu. Menjadi bagian dari cerita mereka. Menambahkan ‘kepingan’ kita untuk menyempurnakan mozaik perjuangan mereka.
Sungguh saya bersyukur menemukan dua keindahan luar biasa itu. Terimakasih kepada BMH dan seluruh mitra yang tak berhenti menebar berkah melalui zakat, infak dan sedekah.*
Mas Imam Nawawi