Kalau hari ini masih ada orang gelisah, cobalah melihat ke dalam diri. Jika masih gelisah, maka fokuskanlah pandangan, akal dan hati kepada anak-anak di Palestina.
Sebuah video pendek saya terima dari seorang kolega yang ahli psikologi forensik.
Dalam video itu terdapat tanya jawab seseorang dengan seorang remaja Palestina.
Sang penanya berkata, “Apa cita-cita kalau dewasa?”
Baca Juga: Masihkah Ada Kemanusiaan untuk Palestina
Anak Palestina itu menjawab, “Di Palestina tidak banyak anak-anak bisa dewasa. Mereka bisa mati kapan saja oleh peluru yang menyerbu. Bahkan saat berjalan kakipun, anak-anak itu bisa terbunuh kapan dan dimana saja.”
Hidup yang Menenangkan
Mungkin jawaban remaja itu menyayat hati kita. Akan tetapi dalam perspektif iman, anak-anak Palestina itu menunjukkan dirinya sadar bahwa ekistensinya di dunia yang fana adalah harus bersiap meninggal dunia, karena peluru atau bom.
Sikap menyadari keadaan yang ada merupakan buah keimanan. Karena dengan begitu hati menjadi tenang. Toh alam ini Allah yang menciptakan dan dalam genggaman-Nya segala urusan akan dan pasti terjadi.
Pertanyaan Seorang Anak
Tak sekadar cerita dari anak Palestina. Seorang anak PAUD di Indonesia juga memiliki sebuah pertanyaan hebat.
Ia bertanya kepada gurunya. “Ustadzah, mengapa Allah tidak memenangkan langsung Palestina?”
Dua fakta itu sungguh menjadi pelajaran langsung kepada kita, bahwa Allah Ta’ala yang mengatur semua isi kehidupan ini.
Baca Lagi: Suka Ternak Tak Halangi Jadi Doktor Jebolan Amerika
Tinggal bagaimana kita memahami realitas yang ada dengan kacamata iman. Pada sisi yang lain diri juga paham bagaimana bekerja dengan iman, sehingga yang ada dalam pikiran kita adalah keberanian karena iman. Bukan kegelisahan apalagi ketakutan.*