Menjadi pemimpin sejatinya tidaklah mudah. Namun belakangan orang berlomba jadi pemimpin. Sebagian karena mengejar melimpahnya fasilitas keduniawian. Padahal sebagian besar belum memiliki bekal memadai dalam memimpin.
Akibatnya mereka tidak memiliki pendirian. Terpaksa atau sadar menjadi begitu sering berdusta, berbohong alias tidak jujur.
Akibatnya masyarakat hidup dalam ketidakpastian, kesulitan dan beragam keburukan lainnya.
Baca Juga: Menghadirkan Pemimpin Adil
Hukum tidak tegak, ekonomi amburadul dan sosial kalang kabut. Karena pemimpin yang mestinya hadir justru menjadi pihak yang paling tidak berani tampil dengan ketegasan dan keteladanan.
Maka pada sesi ini kita akan bahas bekal untuk menjadi pemimpin. Sebagian saya ambil dari falsafah Jawa.
Prinsip
Tentu ini tidak bermaksud menjadikan Jawa sebagai yang terbaik. Tetapi sekadar berbagi bahwa ada falsafah dalam Jawa yang sangat baik menjadi renungan dalam hal memimpin.
Pertama, “Ojo Ngawang.”
Maksudnya kalau punya keinginan, apalagi janji dalam kampanye, maka jangan hanya enak didengar orang. Harus bisa juga menjadi kenyataan. Karena itu pemimpin kalau sudah bicara, ia harus bersungguh-sungguh.
Kedua, “Ojo Ngathung.”
Ini adalah peringatan bahwa seorang pemimpin jangan sukanya meminta-minta.
Kalau pemimpin ini seorang kepala negara maka jangan meminta rakyat menanggung beban negara. Berusahalah, berjuanglah, kreatiflah. Rakyat yang susah jangan malah semakin sulit dan menderita.
Ketiga, “Ojo Ngyoyo.”
Yakni jangan terlalu nekat. Semua harus berdasarkan hitungan matang. Memimpin membawa nasib rakyat.
Jadi kenekatan akan berdampak sangat buruk bagi rakyat. Oleh karena itu jangan nekat alias sembarangan dalam membuat kebijakan.
Iman dan Ilmu
Menjadi pemimpin bukan soal kemampuan retorika dan pengaruh sosial karena jabatan dan harta. Tetapi iman dan ilmu.
Oleh karena itu dalam sejarah umat terdahulu, Allah sellau turunkan Nabi dan Rasul. Mereka adalah sosok pemimpin yang kapasitas kepemimpinnya memang berdasar iman dan ilmu.
Barang suatu negeri dinahkodai pemimpin yang tak punya iman dan ilmu, alamat kekacauan dan kehancuran akan datang.
Dan, seperti ungkapan Arnold Toynbee, sebuah peradaban (negara) tidak hancur karena dirusak oleh orang lain. Tetapi lebih karena memang rapuh dari dalam.
Kerapuhan itu tentu saja induknya ialah lemahnya iman dan ilmu. Oleh karena itu, generasi muda sekarang harus berupaya menuntut ilmu dan menjaga iman dengan sebaik-baiknya.
Baca Lagi: Dirimu adalah Pemimpin
Nanti kala betul menjadi pemimpin, tak mudah silau oleh harta dan jabatan. Pikirannya satu, bagaimana menjadi orang yang Allah sayangi dengan terus berjuang menjadi adil, pemaaf dan bijaksana.
Masyarakat Indonesia pun harus mau bergerak maju, komitmen dan konsisten dalam mencari pemimpin yang baik. Jangan karena diberi sesuatu lalu dipilih. Itu buruk dan merusak semuanya.*